Jakarta (Berita ): Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun ini mengalami kontraksi dan kuartal IV berada sedikit di bawah zona netral.
“Prediksi kita menunjukkan di kuartal III kita mungkin masih mengalami negatif growth dan bahkan mungkin kuartal IV juga masih dalam zona sedikit di bawah netral,” kata Sri Mulyani dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu( 02/09/2020).
Sri Mulyani menjelaskan kuartal III berpotensi mengalami kontraksi karena pemulihan aktivitas perekonomian yang mulai terjadi masih sangat rapuh.
Ia menyebutkan mobilitas aktivitas masyarakat sempat mengalami peningkatan mulai Mei hingga Juni dengan harapan konsumsi mulai pulih secara bertahap. “Indikator konsumsi kita setelah tertekan berat, Mei dan Juni menunjukkan pembalikan,” ujar Sri Mulyani.
Di sisi lain, ia menuturkan indeks ekspektasi dari Juni ke Juli mengalami flat sehingga momentum mulai terjadinya pemulihan harus benar-benar dijaga.
“Memang ada pembalikan yang cukup meyakinkan dari Mei tapi momentum tersebut tidak harus taken for granted,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu Sri Mulyani menyatakan pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi untuk 2020 adalah antara minus 1,1 persen hingga 0,2 persen.
Ia menjelaskan asumsi perekonomian mampu tumbuh 0,2 persen didasarkan pada kuartal III dan IV dapat mengalami pemulihan sehingga menjadi kompensasi atas kontraksi yang terjadi pada kuartal II.
“Kalau 0,2 persen mengasumsikan bahwa di kuartal III dan IV recovery bisa terjadi lebih untuk mengkompensasi kontraksi yang dalam pada kuartal II,” kata Sri Mulyani.
Semester I-2021 Tidak Bisa ” Full Power”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksikan pemulihan ekonomi pada semester I-2021 tidak bisa full power, meskipun pemerintah menargetkan pertumbuhan berada di kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen.
“Sebetulnya semester I tahun depan kita tidak bisa asumsikan pemulihan yang full power karena pasti COVID-19 masih menjadi salah satu faktor yang menahan pemulihan,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (02/09/2020).
Sri Mulyani menyatakan pemulihan belum dapat optimal pada semester pertama tahun depan karena vaksin baru akan ditemukan dan dilakukan vaksinasi secara luas pada semester kedua 2021.
“Semua prediksi mengenai vaksin baru akan ditemukan dan vaksinasi bisa dilakukan secara meluas pada semester kedua,” ujarnya.
Menurutnya, tingginya tingkat pemulihan untuk tahun depan akan sangat bergantung pada penemuan vaksin dan dilakukannya vaksinasi secara meluas pada semester kedua.
Ia menjelaskan hal itu terjadi karena ketersediaan vaksin COVID-19 memberikan keyakinan kepada masyarakat untuk dapat beraktivitas normal kembali. “Kalau seandainya vaksinasi sudah bisa dilakukan dan itu akan memberikan confidence,” ujarnya.
Sementara itu pada Selasa (1/9), Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengalokasikan anggaran pengadaan vaksin dan imunisasi, sarana dan prasarana, serta laboratorium dan litbang untuk penguatan riset vaksin dalam RAPBN 2021.
Anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp169,7 triliun atau setara dengan 6,2 persen dari belanja negara dalam RAPBN 2021.
Upaya pengadaan vaksin direncanakan menggunakan produksi dalam negeri melalui kerja sama termasuk transfer pengetahuan dan teknologi.
Hingga saat ini proses pengadaan vaksin memasuki tahap uji klinis sebelum dapat diproduksi, didistribusi, dan digunakan secara massal.
Proses pengadaan vaksin, vaksinasi, distribusi vaksin, dan penyiapan personel medis akan melibatkan koordinasi serta sinergi antara K/L, BUMN, Pemda, dan swasta. (ant )