Yogyakarta (Berita): Wabah virus corona (Covid-19) yang turut melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memicu kepanikan warga sampai-sampai banyak desa melakukan ‘karantina’ secara mandiri wilayah mereka.
Misalnya sejumlah dusun di Kabupaten Sleman, DIY, yang melakukan karantina wilayah sendiri tanpa ada imbauan atau instruksi dari pemerintah lebih dulu.
Pantauan CNNIndonesia.com, Minggu (23/3), sejumlah dusun di wilayah Kecamatan Gamping, Godean, dan Seyegan mulai memasang pagar-pagar dari bambu di jalan-jalan alternatif menuju dusun. Sebagian disertai tulisan ‘lockdown’ dan ‘karantina wilayah’.
Sedangkan akses yang dibuka hanya jalan utama, itu pun melalui penjagaan oleh warga yang dilakukan secara bergantian. Aksi karantina wilayah yang ramai-ramai dilakukan ini pun mendapat tanggapan beragam dari masyarakat.
Salah seorang warga Sleman, Titi beranggapan bahwa dari sisi keamanan, langkah karantina wilayah itu sebenarnya bagus, karena membuat warga menjadi lebih tenang, karena bisa mengurangi tingkat penularan virus corona. Terutama ketika ada warga pendatang ataupun pemudik yang masuk ke suatu wilayah.
Menurutnya, warga yang berada di perantauan, khususnya di zona merah corona, sebaiknya memang tidak pulang kampung dulu untuk mengurangi kekhawatiran dan kecurigaan antarwarga kemungkinan carrier virus corona ini.
“Hanya yang perlu dipikirkan jika ada warga di perantauan dan tiba-tiba kehilangan mata pencaharian. Yang begini ini kalau memang tidak boleh pulang, ya harus dibantu,” kata Titi.
Sementara warga Sleman lainnya, Triarko menilai aksi penutupan jalan tersebut justru mengganggu aktivitas sebagian warga. Misalnya, pedagang keliling yang akhirnya tidak bisa berjualan. Padahal itu menjadi mata pencaharian mereka.
“Kalau gerbang atau bilik disemprot disinfektan itu masih logis, dan sebaiknya memang begitu. Tapi kalau melakukan penutupan itu kesannya arogan. Bukan solusi tapi justru memancing masalah baru,” ucapnya.
Triarko juga mempertanyakan otoritas pemerintah setempat terkait siapa yang sebenarnya berhak melakukan lockdown ataupun karantina wilayah.
“Timbul kesan, Pemerintah Desa kehilangan otoritas kalau memang lockdown itu inisiatif warga,” imbuhnya.
Salah satu perangkat desa di wilayah Kabupaten Sleman, Sri Widodo menganggap, aksi tersebut sebagai inisiatif warga dalam melakukan pencegahan secara mandiri.
“Dari Pemerintah Desa tidak ada imbauan untuk penutupan wilayah padukuhan. Pemdes hanya menginstruksikan untuk melaporkan, jika ada yang datang dari luar daerah pandemi untuk selanjutnya dilaporkan ke puskesmas, untuk pemantauan,” ujar Sri.
Pihaknya juga khawatir, aksi penjagaan di pintu-pintu masuk dusun itu akan mengundang kerumunan sehingga memungkinkan terjadinya kontak. Mengingat, hal tersebut justru membahayakan bagi kesehatan warga sendiri, apalagi jika social distancing tak diterapkan.
Namun demikian, Sri menambahkan, pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan seluruh dukuh dan perangkat desa di wilayahnya terkait karantina mandiri para warga desa.
“Langkah antisipasi akan kami koordinasikan dengan dukuh setempat untuk memberikan pendekatan ke warga,” tuturnya.
Bupati Sleman, Sri Purnomo merespons maraknya karantina wilayah secara mandiri yang dilakukan warga sejumlah desa. Dia tak mempermasalahkan aksi tersebut.
Bahkan, pihaknya mengapresiasi langkah karantina wilayah mandiri itu sebagai upaya pencegahan terhadap penyebaran virus corona.
“Bahasa lockdown itu terkesan mencekam, tetapi lockdown-nya kampung dan dusun itu tidak perlu dipersoalkan, karena itu hanya bahasa kreativitasnya mereka. Jadi jangan dimaknai dengan lockdown yang sebenarnya,” kata Bupati kepada CNNIndonesia.com, Minggu (29/3). (CNN)