MEDAN (Berita): Perbankan di Sumatera Utara posisi Agusutus 2021 menyalurkan kredit sebesar Rp233,1 triliun, tumbuh melambat 3,8 persen dibanding posisi sama tahun 2020 sebesar Rp228 triliun.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara Soekowardojo mengatakan hal itu , Jumat (1/10).
Pada acara Bincang Bareng Media (BBM) Selasa (28/9), Soeko, panggilan akrabnya juga memaparkan penyaluran kredit Agustus 2021 juga turun dibanding Juni 2021 sebesar Rp235 triliun.
Menurutnya, pertumbuhan kredit melambat (4,12 persen-> 2,12 persen) didorong oleh melemahnya Kredit Modal Kerja (KMK) hingga 10,12 persen dari sebelumnya 13,3 persen pada triwulan II-21. Juga melemahnya kredit Investasi (KI) (-7,6 persen -> -10,5 persen).
Dari sisi sektoral, penyaluran pembiayaan menurun pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) dan industri pengolahan, namun meningkat pada sektor utama pertanian dan konstruksi.
“Melemahnya penyaluran kredit pada sektor PBE dan industri pengolahan diduga terjadi akibat sikap pelaku usaha yang masih wait and see terhadap perekonomian saat ini,” katanya.
Namun demikian, risiko gagal bayar (NPL) masih relatif terjaga di angka 3,35 persen pada Agustus 2021. NPL Juni 3,26 persen dan Agustus 2020 sebesar 3,56 persen.
Meskipun secara nominal mencatat perbaikan (Rp280 triliun -> Rp284 triliun), pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat (12,35 persen -> 10,76 persen) didorong oleh penurunan pada seluruh
kelompok perbankan serta seluruh jenis simpanan. “Berdasarkan golongan nasabah, penurunan DPK didorong oleh seluruh golongan,” ungkap Soeko.
Hal ini didorong oleh Pemerintah yang diduga semakin optimal dalam melakukan belanja daerah dan perseorangan serta swasta yang diduga cenderung menyimpan simpanannya dalam bentuk lain.
Penurunan DPK di seluruh kelompok mengindikasikan sudah mulai adanya kenaikan pada aktivitas dunia usaha yang didukung dengan penurunan tabungan pemerintah akibat realisasi proyek yang dilakukan.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga tumbuh melambat. Berdasarkan kepemilikan, penurunan DPK didorong oleh seluruh golongan nasabah. Sedangkan pertumbuhan kredit dan DPK Valas lebihvolatile dibandingkan rupiah. “Pangsa kredit dan DPK pun masih didominasi rupiah,” ungkapnya.
Sedangkan pangsa kredit UMKM mencapai 25,31 persen terhadap kredit total Sumatera Utara, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 24,92 persen.
Disamping itu, kinerja kredit UMKM membaik didorong perbaikan pada seluruh segmen UMKM kecuali pada segmen menengah.
Risiko kredit sedikit meningkat dibandingkan triwulan-II sebelumnya seiring meningkatnya jumlah kredit tidak lancar, NPL mencapai 5,02 persen.
Secara spasial, realisasi kredit masih terpusat di kota Medan dan daerah pantai timur lainnya sejalan dengan kapasitas ekonomi Sumatera Utara.
Sementara secara sektoral, seluruh sektor utama di Sumut kecuali industri pengolahan mengalami pertumbuhan kredit UMKM.
Dari sisi sektoral, penyaluran pembiayaan menurun pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) dan industri pengolahan, namun meningkat pada sektor utama pertanian dan konstruksi.
Melemahnya penyaluran kredit pada sektor PBE dan industri pengolahan diduga terjadi akibat sikap pelaku usaha yang masih wait and see terhadap perekonomian saat ini.
Namun demikian, risiko gagal bayar (NPL) masih relatif terjaga di angka 3,35 persen.
Soeko menjelaskan, risiko kredit perbankan membaik, tercermin dari penurunan Loan at Risk (LaR) dari triwulan II-2021 (22,0 persen->21,9 persen), yang terdiri dari akumulasi restrukturisasi kolektabilitas 1, kredit kolektabilitas 2, dan NPL.
Soeko menyebut penurunan LaR terutama didorong oleh membaiknya risiko kredit investasi dan risiko kredit konsumsi.
Di sisi lain, upaya perbaikan kualitas kredit pada debitur terdampak Covid-19 yang dilakukan oleh Pemerintah melalui restrukturisasi kredit tercatat telah melewati puncaknya dan berangsur melambat menjadi Rp40,1 triliun dari triwulan II-2021 sebesar Rp41,4 triliun.
Seoko melanjutkan, penyaluran kredit korporasi menurun (6,9 persen -> 1,0 persen) didorong oleh penurunan seluruh kelompok yang cukup signifikan, menunjukkan adanya kecenderung wait and see dalam berinvestasi dari sisi pelaku usaha.
Hal ini turut didukung dengan data hampir seluruh kontak liaison menyampaikan bahwa mereka tidak akan melakukan investasi baru karena sikap menunggu perkembangan pandemi di masa PPKM Level 4 yang masih terjadi pada bulan Agustus 2021.
“Dari sisi sektoral, penurunan kredit korporasi terjadi di seluruh sektor utama kecuali pada sektor pertanian dan konstruksi.
Dari sisi risiko, NPL korporasi relatif terjaga pada level 4 persen yakni tidak mengalami perubahan dari triwulan-II 2021, menunjukkan risiko terhadap kredit cukup rendah,” sebutnya.
Menurutnya, penyaluran kredit korporasi menurun mengindikasikan masih terjadinya pesimisme korporasi di awal triwulan III tahun 2021.
Penurunan ini didukung pula dengan penurunan kredit pada seluruh Lapangan Usaha (LU) utama kecuali pertanian dan konstruksi yang mengalami perbaikan walaupun masih berada dalam teritori negatif.
“Begitupun rasio kredit bermasalah korporasi terjaga di angka yang sama dengan triwulan-II 2021,” imbuh Soeko sembari menambahkan Non Performing Loan (NPL) korporasi terjaga di angka 4% dengan seluruh sektor utama mencatatkan perbaikan kualitas kredit.
Berdasarkan jenis kredit, KI mencatatkan perbaikan kualitas kredit sebesar 1 basis poin pada bulan berjalan dibandingkan bulan sebelumnya, sementara kualitas kredit KMK masih berada pada level 5 persen.
“Likert Scale permintaan domestik dan ekspor menurun mengindikasikan penurunan aktivitas korporasi.
Penurunan pembiayaan korporasi terutama dari sisi KI dan KMK sejalan dengan hasil liaison Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan permintaan ekspor maupun domestik dari hasil liaison,”ujar Soeko. (wie)