MEDAN (Berita): Berinvestasi di pasar modal saat ini tidak hanya menjadi suatu kebutuhan, melainkan sebuah lifestyle yang telah melekat pada masyarakat, terutama di kalangan milenial yang kian melek akan berinvestasi secara aman.
Kepala Perwakilan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Muhammad Pintor Nasution Jumat (1/10) mengatakan tentu hal ini tidak lepas dari tujuan utama investasi itu sendiri, yakni untuk mencukupi kebutuhan di masa depan agar nilai uang yang kita miliki tidak tergerus inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa.
“Jika kita hanya menyimpan uang saja, nilai uang tersebut akan cenderung menurun di masa depan,” katanya.
Inilah yang bisa diantisipasi dengan berinvestasi. Potensi keuntungan dari produk-produk investasi umumnya akan berada di atas inflasi, meskipun begitu tetap akan ada risiko-risiko yang harus dipelajari bagi investor untuk memulai investasi.
Menurutnya, selain risiko, para investor juga harus menentukan produk investasi yang akan digunakan sebelum memulai investasi.
Ragam produk investasi kini bermacam-macam, namun produk investasi di pasar modal yang terkenal seiring dengan situasi pandemi Covid-19 seperti Saham, Obligasi, dan Reksa dana.
Seluruh produk investasi tersebut dapat dipilih oleh investor sesuai dengan jangka waktu tujuan investasinya. Lalu, produk investasi apa yang dapat dipilih bagi investor yang ingin berinvestasi dalam jangka pendek?
Produk yang bisa menjadi pilihan pertama adalah reksa dana. Reksa dana dirancang sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksa dana juga dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
“Selain itu, reksa dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia,” ungkapnya
Kata reksa dana muncul dari terjemahan mutual fund yang ada di dunia pasar modal, diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi (MI), sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27).
Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat pemodal.
Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
Is menyebut investor bisa membeli reksa dana dalam bentuk unit penyertaan. Harga satu unit reksa dana bergerak setiap waktu, mengikuti fluktuasi harga underlying asset atau produk investasi yang dimiliki reksa dana tersebut.
Setiap reksa dana baru umumnya berharga Rp1.000 per unit. Investor bisa membeli reksa dana dengan minimal Rp100.000.
Artinya kalau menginvestasikan uang Rp100.000 pada harga unit Rp1.000, maka investor akan mendapatkan 100 unit reksa dana.
Jika harga reksa dana naik menjadi Rp1.100 per unit pada bulan berikutnya, maka uang investasinya sudah bertambah menjadi Rp110.000. Ini baru potential return, karena belum dijual kembali.
Harga Rp1.100 tersebut bisa terus naik, tetapi bisa juga turun, dan bisa naik kembali, berfluktuasi seiring naik turunnya harga produk investasi di pasar modal.
Adapun realisasi keuntungan diperoleh ketika investor melakukan penjualan kembali (redemption) produk reksa dana yang dimilikinya, pada harga unit yang lebih tinggi dibanding harga pembelian.
Sebaliknya, bisa saja investor mengalami kerugian, jika melakukan redemption saat mengalami potential loss atau harga unit yang dijual di bawah harga beli.
Harga unit reksa dana dipublikasi di berbagai media massa, atau di website masing-masing MI yang mengelola dan pada website masing-masing agen penjual reksa dana.
Investor bisa membeli (subscription) dan menjual reksa dana melalui MI atau bank-bank yang menjadi agen penjual reksa dana setiap waktu. Ada banyak reksa dana yang diperjualbelikan saat ini.
Reksa dana dibagi menjadi empat jenis, yakni reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana pasar uang.
Investor bisa memilih reksa dana yang sesuai berdasarkan profil risiko, kebutuhan investasi, dan jangka waktu investasi.
Berkonsultasilah dengan wakil agen penjual reksa dana (Waperd) yang mendapatkan lisensi sebagai penjual reksa dana dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memilih reksa dana yang sesuai.
Transaksi dan pengelolaan reksa dana diawasi oleh OJK sebagai lembaga pengawas pasar modal.
Dana hasil penjualan unit-unit reksa dana yang dibeli investor dikelola oleh MI dan dialokasikan untuk membeli produk pasar modal seperti saham, obligasi korporasi, dan surat utang negara (SUN).
MI yang ahli dalam berinvetasi akan menentukan kebijakan portofolio untuk setiap produk reksa dana yang dikelolanya.
Jadi, dengan membeli reksa dana, investor tidak perlu lagi belajar secara khusus untuk menentukan pilihan saham atau obligasi.
Tidak perlu juga punya waktu khusus untuk memantau fluktuasi harga instrumen investasi, karena semua dikerjakan oleh MI.
Dana yang dialokasikan juga relatif terjangkau, karena bisa membeli unit sebanyak kemampuan dana yang tersedia.
Ibaratnya membeli secara urunan atau bareng-bareng, dibandingkan berinvestasi langsung secara perorangan yang membutuhkan dana lebih besar.
Agar dana milik investor yang dititipkan di MI lewat pembelian reksa dana tidak digunakan secara tidak semestinya, Undang-Undang Pasar Modal mensyaratkan pengelolaan reksa dana tidak dilakukan oleh MI saja, melainkan berupa Kontrak Investasi Kolektif (KIK) antara MI dan Bank Kustodian (BK).
“Jadi, dana yang disetorkan investor dalam bentuk pembelian unit disimpan di BK,” ujar Pintor.
Jika ada pembelian produk investasi, maka BK yang akan mengeluarkan dana. Begitupun jika ada penarikan dana oleh investor.
Dengan kata lain, BK semacam kasir, sehingga MI tidak bisa seenaknya menggunakan dana milik investor. (wie)