Jakarta ( Berita ) : Mata uang Rupiah merosot 1.4% terhadap USD sejak awal tahun ini. Desakan energi yang cenderung diabaikan telah membawa USD/IDR bergerak dari level 14.300 ke 14.210.
Adapun USD/IDR berhasil mengakumulasi potensi kenaikan selama beberapa minggu bahkan beberapa bulan terakhir.
Perlu diakui bahwa lonjakan harga energi berubah menjadi krisis energi yang meluas dan ini terus bergerak menandingi cerita kenaikan harga gas di Eropa.
Harga minyak dan batubara terus bergerak menyentuh harga tertinggi dalam beberapa tahun.
Situasi di pasar energi tentunya menguntungkan negara – negara eksportir termasuk Russia dan Indonesia.
Hal ini juga berimbas ke para eksportir besar minyak kelapa sawit dan batubara.
Tingkat suku bunga yang rendah menekan Rupiah dimana Bank Indonesia mempertahankan suku bunganya di 3.5% yang merupakan suku bunga terendah sejak tahun 2016 guna mendorong ekonomi.
Dalam kondisi ini ekonomi jadi diuntungkan atas bunga pinjaman yang rendah dalam beberapa kurun waktu.
Perubahan inflasi diikuti dengan meningkatnya hasil ekspor adalah sebuah janji untuk berspekulasi terhadap Rupiah sebagai sebuah ide trading yang atraktif dalam jangka waktu beberapa bulan kedepan.
Sejak awal Oktober, USD/IDR sempat menyentuh 14.200 yang merupakan level terendah di bulan Juni.
Bila ada penurunan maka arahnya akan menyentuh ke 14.000 sebelum akhir bulan.
Peningkatan harga minyak dan batubara yang belum usai akan terus bergerak ke arah 13500-13800.
Level terendahnya bisa ada di level terendah tahun 2020 dan di level tertinggi tahun 2017 yang membentuk level psikologi.
Melihat setahun kedepan, bukan sebuah kejutan jika USD/IDR terus ke level 13000 sebelum akhir tahun 2022. Sementara itu permintaan energi tetap kuat.
Negara – negara konsumen juga tetap bertekad untuk terus mendorong ekonomi setelah pandemi sehingga permintaan akan terus meningkat kedepannya.
Demikian kata Alex Kuptsikevich, analis keuangan senior di FxPro yang diterima berita melalui email , Rabu ( 13/10/2201). (Rel/Edr )