Jakarta ( Berita ) : Aktor Lukman Sardi berpendapat peringatan Hari Ibu semestinya tidak hanya dimanfaatkan sebagai seremonial belaka, namun juga menjadi momentum untuk menghormati dan menghargai pengabdian para perempuan di Indonesia.
“Kalau saya memaknai Hari Ibu bukan sekadar buat ibu, ya, tapi lebih kepada perempuan itu sendiri.
Buatku, setiap hari adalah Hari Ibu. Setiap hari kita bisa tunjukin, kok, rasa peduli dan kasih sayang kita terhadap ibu, istri, atau anak perempuan,” kata Lukman, Selasa (21/12/2021).
Hari Ibu di Indonesia dirayakan secara nasional setiap 22 Desember. Tanggal tersebut dipilih bertepatan dengan hari pertama Kongres Perempuan Indonesia pada 1928 sebagai upaya untuk merayakan kebangkitan perempuan Indonesia.
Lukman berpendapat tanggal tersebut sebetulnya dapat dimaknai secara lebih dalam, bukan hanya fokus pada perayaan atau peringatan kebangkitan perempuan.
“Buatku momentumnya bukan lagi kita bicara tentang kebangkitan itu sendiri, tapi bagaimana kita menghormati terhadap pengabdian yang mereka lakukan sebagai seorang ibu, seorang perempuan, dan seorang manusia,” ujarnya.
Pengabdian perempuan saat mengandung hingga melahirkan anak, misalnya, Lukman memandang pengalaman tersebut bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan.
Terlebih bagi perempuan yang dituntut untuk multitasking, tidak sekadar mengurus rumah tangga tetapi juga melakukan pekerjaan di luar rumah.
Lukman mengaku makna pengabdian tersebut ia pelajari dari mendiang neneknya yang mampu mengasuh dan membesarkan delapan anak sendirian atau single parent.
“Dia memutuskan untuk membesarkan anak-anaknya sendirian tanpa harus menikah, dia tidak pernah mengeluh. Dia jalani itu semua dengan tulus dan akhirnya bisa membesarkan semua anak-anaknya dengan baik,”
Pada sisi lain, Lukman merasa prihatin atas tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi belakangan ini.
Peringatan Hari Ibu, menurut Lukman, semestinya juga bisa dimanfaatkan untuk membangun kesadaran bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan masih terjadi dan belum terselesaikan, termasuk kekerasan di dalam rumah tangga dan di lingkungan sekolah.
“Menurutku, kekerasan itu tidak harus terjadi kalau kita melihat perempuan as our mothers.
Kebayang nggak, sih, nggak mungkin secara normal manusia melakukan kekerasan terhadap ibunya sendiri.
Kebayang nggak, sih, dengan pengorbanan ibu seperti itu, kayaknya kita nggak bakal tega melakukan kekerasan,” kata Lukman.
Ia berharap kasus kekerasan itu bisa diselesaikan dan direspon oleh pemerintah agar keberadaan perempuan dihargai sebagai bagian dari komunitas kemanusiaan yang lebih luas.
“Contohnya RUU PKS yang sampai sekarang pun belum diagendakan. Nah, ini kan jadi krusial, ya.
Kalau saya melihat kasus kekerasan itu, coba bayangin bagaimana kalau ini sampai terjadi pada ibumu, anakmu, atau istrimu, kan pasti kita nggak mau,” ujar Lukman. (ant)