Fintech Lending Alternatif Pendanaan, Dorong Pertumbuhan UMKM

  • Bagikan
Dari kiri ke kanan: Direktur Humas OJK Darmansyah, Kepala OJK Regional 5 Sumbagut Yusup Ansori, Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology OJK Tris Yulianta dan Ketua Bidang IT PWI Pusat Auri Jaya pada pelatihan wartawan media massa yang digelar OJK Pusat dan PWI Pusat di Hotel JW Marriott Medan Senin (28/3). beritasore/laswie wakid
Dari kiri ke kanan: Direktur Humas OJK Darmansyah, Kepala OJK Regional 5 Sumbagut Yusup Ansori, Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology OJK Tris Yulianta dan Ketua Bidang IT PWI Pusat Auri Jaya pada pelatihan wartawan media massa yang digelar OJK Pusat dan PWI Pusat di Hotel JW Marriott Medan Senin (28/3). beritasore/laswie wakid

MEDAN (Berita):  Di era digitalisasi saat ini, pinjaman secara online, tepatnya Fintech Peer to Peer (P2P) Lending menjadi salah satu alternatif pendanaan dan investasi yang prosesnya cepat, mudah dan tanpa batas waktu maupun jarak.

“Fintech Lending ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dan UMKM yang recoverynya cepat di tengah pandemi,” kata Tris Yulianta, Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada wartawan di Medan Senin (28/3).

Ia berbicara pada pelatihan wartawan media massa (anggota PWI) bertema “Mengenal Fintech Lending sebagai Alternatif Pendanaan Masyarakat,” di hotel JW Marriott Medan Senin (28/3) yang digelar OJK Pusat kerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.

Acara itu dibuka Kepala OJK Regional 5 Sumbagut Yusup Ansori dihadiri Direktur Humas OJK Darmansyah, Ketua Bidang IT PWI Pusat yang juga Dirut JPNN.com Auri Jaya dan Sekretaris PWI Sumut Homonangan Panggabean.

Tris menyebut masyarakat yang ingin meminjam atau membutuhkan dana melalui fintech lending harus terlebih dahulu memahami platform yang mendapat izin OJK, saat ini ada 102 P2P Lending. Karakteristik P2P Lending legal yakni proses sangat cepat, persyaratan mudah, tanpa batas waktu dan tempat, dana tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), resiko kredit pada pemberi dana serta resiko pendanaan tinggi.

“Akibat tidak dijamin, maka beresiko tinggi. inilah model bisnis P2P Lending,” ungkap Tris.

Umumnya hampir semua persyaratan sama fintech lending legal dengan ilegal. Yang membedakan adalah perizinannya. Selain itu fintech ilegal meminta banyak data dan tanpa diminta selalu menawarkan pendanaan dan investasi melalui WA dan sms.

Kalau fintech legal ciri utamanya di smartphone hanya tiga yakni camera, mikrophone dan location (CAMILAN). “Minta data lebih dari CAMILAN maka itu fintech ilegal,” tegas Tris.

Ia menyebut pendanaan fintech lending biasanya dimanfaatkan oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) karena OJK membatasi pinjaman melalui P2P Lending maksimal Rp2 miliar. Kalau lebih dari Rp2 miliar bisa melalui perbankan dan tentu klasifikasinya bukan lagi kategori UMKM.

Pendanaan platform P2P Lending untuk UMKM seperti mendanai perempuan pengusaha mikro pedesaan, pengusaha mikro perempuan dimana “Mimpi jadi kenyataan dengan biaya ringan”, pembiayaan untuk beli barang modal usaha, pendidikan maupun pertanian.

Ia juga minta masyarakat sebelum meminjam harus dapat memahami P2P Lending itu legal dan logis. Data nasabah dilindungi dengan platform yang jelas. Menghitung kemampuan membayar pinjaman, meminjam untuk keperluan produktif  (maksimal 30 persen dari penghasilan), jangan gali lubang tutup lubang,  memahami isi perjanjian (khususnya bunga, tenor, denda dan lainnya) dan ketahui bunga serta denda pinjaman sebelum meminjam. “Pahami kontrak kerja,” tegasnya.

P2P Lending, katanya, memberikan perlindungan kepada debitur seperti perlindungan data, dana, seleksi pengurus, proses penagihan dimana tenaga penagihnya harus bersertifikat, pengawasan operasional dan layanan pengaduan melalui call center, email dan sebagainya.

Juga memberikan perlindungan kepada lender atau pemberi pinjaman seperti asuransi/pinjaman, ada perlindungan dana pemberi pinjaman, informasi Tingkat Keberhasilan Bayar 90 hari (TKB 90) sejak jatuh tempo di website.

“Seluruh penyelenggara harus memiliki SNI ISO 27001 tentang sistem Manajemen Keamanan Informasi. Jadi pastikan meminjam di perusahaan yang terdaftar dan berizin di OJK,” ujarnya.

Penanganan pinjaman online (Pinjol) ilegal, kata Tris, OJK memberikan edukasi masyarakat, update publikasi, peningkatan kerjasama dengan instansi terkait yakni Polri, Kominfo dan Kemenkop UKM (anggota Satgas Waspada Investasi (SWI) melakukan komitmen bersama pada tanggal 20 Agustus 2021 terkait meningkatkan pemberantasan pinjol ilegal. Usulan dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Tersedia kanal pengaduan konsumen.

Tris menambahkan secara nasional data per 2 Maret 2022, jumlah penyelenggara P2P Lending 102 platform berizin, terdiri dari 95 platform dengan sistem konvensional dan 7 platform dengan sistem syariah. Akumulasi rekening debitur atau peminjam (borrower) 76,66 juta dengan rekening aktif 12,41 juta.

Akumulasi rekening pemberi pinjaman (lender) 846,22 ribu dengan rekening aktif 148,88 ribu.

Akumulasi penyaluran pinjaman Rp326,35 triliun dengan nilai outstanding sebesar Rp34,60 triliun. Sedangkan aset penyelenggara konvensional Rp 4,05 triliun dan syariah Rp86,99 miliar.

Dari data ini terlihat bahwa minat masyarakat untuk memperoleh pendanaan dari fintech lending cukup besar. “Itu artinya kami perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat secara terus menerus tentang manfaat fintech lending sebagai alternatif pembiayaan.

Kenyataan platform ini cukup kuat bertahan dan recovery di tengah pandemi Covid-19,” jelas Tris.

Sedangkan penyelenggara pinjol ilegal sudah 3.784 yang ditutup oleh SWI. “Masyarakat diharapkan melaporkan ke polisi/SWI apabila ada menemukan ada pinjol ilegal,” katanya.

Kepala OJK Regional 5 Sumbagut Yusup Ansori mengatakan fintech merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi di bidang keuangan yang tidak bisa dihindari.

“Kebutuhan konsumen yang menuntut kecepatan di sektor digital menyebabkan perkembangannya pesat di sektor fintech,” kata Yusup.

Saat ini di Sumut untuk fintech lending , akumulasi pinjaman hingga Januari 2022 mencapai Rp 6,97 triliun atau tumbuh 100,81 persen yoy, outstanding pinjaman Rp770 miliar atau tumbuh 111,04 persen.

Tingginya pertumbuhan pembiayaan di sektor fintech menunjukkan makin tingginya minat masyarakat di Sumut untuk memanfaatkan fintech lending sebagai salah satu sumber pendanaan.

“Kami berharap media dapat mensosialisasikannya di Sumut agar masyarakat tidak terjebak dengan fintech ilegal yang tidak ada izin dari OJK,” jelasnya. (wie)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *