JAKARTA (Berita): Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan, indikasi kinerja sektor manufaktur Indonesia kembali terus berlanjut ekspansi dan menguat.
Terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Agustus 2022 tercatat menguat di zona ekspansif sebesar 51,7, meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 51,3.
Febrio mengatakan, didorong oleh penguatan pemulihan di sisi permintaan maka terjadi peningkatan output manufaktur dengan laju pertumbuhan tercepat dalam enam bulan terakhir.
“Laju pertumbuhan ini terjadi karena permintaan yang kuat dan pemulihan pasar secara keseluruhan. Ini menandakan bahwa pemulihan dari sisi konsumsi terus berlanjut ke tren penguatan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (2/9).
Di samping itu, dia mengatakan peningkatan stok persediaan pascaproduksi serta aktivitas pembelian oleh produsen yang tercatat meningkat selama tujuh bulan berturut-turut juga mengindikasikan permintaan yang menguat.
Penyerapan tenaga kerja pun melanjutkan pertumbuhan, serta harga input dan biaya output tercatat menurun.
Menurutnya, sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia tetap bertahan positif, di tengah perkiraan berlanjutnya pemulihan permintaan domestik.
Febrio mengkaitkan dengan data Badan Pusat Statistik mencatat yang mencatat inflasi inti pada Agustus 2022 sebesar 3,04 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 2,86 persen yoy.
Kenaikan inflasi inti ini terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi, dan penyediaan makanan dan minuman/restoran.
“Meningkatnya inflasi inti ini menunjukan pemulihan daya beli masyarakat yang semakin kuat,” jelasnya.
Inflasi harga bergejolak pada periode tersebut tercatat sebesar 8,93 persen yoy, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 11,47 persen yoy.
Untuk memitigasi risiko inflasi dari kelompok ini, menurut Febrio, pemerintah akan mendorong percepatan dan efektivitas pemanfaatan anggaran ketahanan pangan.
Di sisi lain, komponen harga yang diatur pemerintah mencatatkan inflasi sebesar 6,84 persen yoy, lebih tinggi dari sebelumnya 6,51 persen yoy.
Beberapa kebijakan akan dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi risiko inflasi yang meningkat ke depan. Diantaranya kerja sama perdagangan untuk menjaga keseimbangan supply dan demand antardaerah, serta percepatan penyaluran APBD.
“Dari sisi suplai, Pemerintah akan terus memastikan faktor kelancaran pasokan dan distribusi terutama untuk energi dan pangan,” imbuh Febrio.
Berbagai anggaran yang dapat berkontribusi untuk pengendalian inflasi di daerah adalah Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk ketahanan pangan.
“Selain itu, dana tersebut bisa juga untuk pembangunan jalan, jembatan, dan lainnya yang diharapkan memperlancar pasokan serta distribusi barang,” tuturnya. (agt)