MEDAN (Berita): Berbagai indikator ekonomi terkini di Sumut terus menunjukkan perbaikan di tengah meningkatnya biaya produksi.
“Tetap kuatnya ekonomi di Sumatera Utara tercermin dari tetap tingginya mobilitas masyarakat yang dapat mendorong konsumsi.,” kata Doddy Zulverdi, Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara mengatakan hal itu pada Bincang Bareng Media (BBM) di kantornya Jalan Balai Kota Medan Jumat (30/9/2022).l sore. Saat itu dia didampingi wakilnya Ibrahim.
Doddy Zulverdi mengatakan tetap tingginya harga komoditas utama serta berlanjutnya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga diprakirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal itu dikatakan Doddy pada acara Bincang Bareng Media (BBM) di kantornya Jalan Balai Kota Medan Jumat (30/9/2022). Saat itu dia didampingi wakilnya Ibrahim.
Perekonomian Sumatera Utara tahun 2022 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2021 dengan rentang proyeksi 4,1 persen-4,9 persen (yoy). Kian pulihnya mobilitas dan membaiknya daya beli akan mendorong konsumsi masyarakat.
Ia menyebut peningkatan konsumsi masyarakat juga terkonfirmasi melalui peningkatan keyakinan konsumen dan tetap tingginya indeks penjualan riil.
Di sisi lain, kinerja ekspor diperkirakan sedikit tertahan sejalan dengan termoderasinya harga komoditas utama.
Namun demikian, tetap terjaganya permintaan terhadap CPO dari negara mitra dagang utama serta diperpanjangnya kebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor CPO diprakirakan dapat menahan perlambatan yang lebih dalam.
“Berlanjutnya konflik geopolitik yang berisiko melanjutkan gangguan rantai pasok global serta perkembangan ekonomi global yang diwarnai peningkatan inflasi menjadi hal yang perlu diwaspadai,” katanya.
Ia menyebut pada beberapa faktor-faktor yang mendorong bias atas yakni yang pertama membaiknya krisis geopolitik global sehingga turut mendorong perbaikan rantai pasok dan menstabilkan tekanan inflasi.
“Kedua terus berlanjutnya program PEN seperti KUR 3 persen, insentif bantuan tunai, dan insentif PPN-DTP (Ditanggung Pemerintah) yang dapat menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.
Ketiga yakni tetap tingginya harga ekspor komoditas utama yang dapat mendorong penguatan produksi dan investasi.
Sedangkan faktor yang mendorong bias bawah yakni yang pertama pandemi Covid-19 yang belum selesai dan wabah penyakit baru yang berisiko menahan mobilitas dan aktivitas masyarakat. Kedua, konflik geopolitik yang terus berlanjut dapat memperpanjang kebijakan proteksionisme pangan global sehingga kembali mengganggu rantai pasok dan mendorong kenaikan inflasi global.
“Ketiga, potensi perlambatan ekonomi negara mitra (a. Perekonomian Tiongkok yang terus menurun, b. Penurunan produksi industri manufaktur di Eropa terkait penetapan efisiensi gas) yang lebih dalam dan dapat berdampak pada permintaan dan mempengaruhi kinerja ekspor,” ujarnya.
Keempat, konflik geopolitik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan sikap investor yang wait and see dan cenderung berinvestasi kepada aset safe haven, dan yang kelima dampak lanjutan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan penurunan harga komoditas utama, seperti CPO. (wie)