JAKARTA (Berita): Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha indonesia (Apindo) Bob Azam menyampaikan, PHK yang terjadi pada industri tekstil dan sepatu oreintasi ekspo ke Eropa, merupakan imbas dari gejolak resesi global yang mulai melanda.
“Resesi dunia yang berdampak ke Indonesia mulai terasa terutama ekspor testil dan sepatu ke Eropa,” ujar Bob Azam di Jakarta, Rabu (2/11).
Dia menerangkan, ancaman resesi bisa saja terjadi yang akan sangat berdampak, sehingga menyebabkan PHK massal di sektor tersebut.
“Indonesia mungkin tidak resesi tapi impactnya resesi dirasakan perusahaan yang orientasi ekspor, salah satunya ke Eropa,” terang dia.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah mengungkapkan kekhawatiran akan ancaman resesi global pada tahun 2023, tentu akan berdampak kepada sektor ketenagakerjaan di Indonesia.
Salah satunya terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
Hingga kini sektor ketenagakerjaan di Indonesia masih merasakan dampak dari pandemi Covid-19.
Di sisi lain, sektor ketenagakerjaan juga sedang menghadapi revolusi industri yang melahirkan otomasi dan disrupsi di berbagai bidang yang secara sangat signifikan mengubah lanskap pasar kerja di Indonesia.
“Memang kondisi kita kini sudah mulai pulih, tetapi permasalahan lainnya juga bermunculan, termasuk ancaman resesi ekonomi,” kata Menaker, Ida Fauziah beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Indeks manufaktur Indonesia pada Oktober 2022 berada di level 51,8 atau turun dari 53,7 dibandingkan bulan sebelumnya.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan kondisi global turut berkontribusi terhadap indeks manufaktur dalam negeri.
“Pasar tujuan ekspor yang mengalami pelemahan ekonomi seperti China, Amerika Serikat, dan Eropa, hal ini berdampak pada penyerapan beberapa produk ekspor unggulan seperti tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur,” ujar Agus dikutip pada Rabu (2/11).
Selanjutnya, tantangan industri manufaktur juga dibayangi harga input tinggi yang dapat menurunkan daya saing produk. Agus juga mengatakan, selain bahan baku yang semakin mahal, pasokannya juga masih belum lancar.
Dia menuturkan, untuk menjaga optimisme sektor industri, perlunya upaya antisipasi terhadap kondisi ekonomi global yang sedang lesu, salah satunya melalui kemitraan antara industri skala besar dengan industri kecil dan menengah.
“Upaya ini dapat meningkatkan kemandirian rantai pasok di dalam negeri mendukung program substitusi impor serta menjaga agar industri masih bisa tumbuh sehat untuk berproduksi,” ucap Agus.
Dia menambahkan, untuk mengurangi harga input, pemerintah juga perlu berkoordinasi dan mengambil kebijakan-kebijakan yang mendukung. Selain itu, demi menjaga demand atau permintaan terhadap produk dalam negeri, Agus menilai pemerintah perlu memberikan dukungan dalam bentuk pemberian insentif maupun stimulus, seperti yang pernah dilakukan pada awal pandemi Covid-19.
“Hal ini perlu dipelajari dan dikaji agar sektor industri tidak mengalami perlambatan,” tegas Agus.
Sementara terkait produk ekspor yang mulai terdampak kondisi ekonomi negara tujuan, Agus mengatakan perlu adanya penguatan pasar dalam negeri yang mampu menyerap produk-produk tersebut termasuk dengan cara pengoptimalan belanja pemerintah melalui program peningkatan produk dalam negeri (P3DN). (agt)