MEDAN (Berita): Peran para dokter dan tenaga kesehatan dalam menangani pasien Covid-19 merupakan faktor penting untuk mengobati dan menuntaskan pandemi ini. Namun upaya para pejuang di Rumah Sakit (RS) sebagai benteng terakhir tidak sekadar langkah medis, melainkan hingga melakukan pendekatan pikologis terhadap pasien.
“Pasien Covid-19 atau PDP adalah orang yang diberangkatkan dari rumah oleh keluarganya dan mereka (keluarga) tidak boleh masuk ke RS, dan hanya menunggu di rumah. Apakah mereka akan berkumpul kembali atau di penguburan? Ini masalah berat bagi pasien dan keluarga,” ujar Kepala RS Darurat Covid-19 Martha Friska, dr Fransiscus Ginting saat diwawancara Juru Bicara (Jubir) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, dr Aris Yudhariansyah, melalui sambungan video dari RS, Rabu (29/4).
Dipaparkannya, pasien pun diisolasi dengan kondisi ketakutan serta merasa sendiri. Sehingga yang bersangkutan harus dipacu untuk bisa percaya diri dan yakin bahwa dirinya dirawat, diperhatikan dan dicintai dengan baik, sebagai kunci menanamkan keyakinan sang pasien.
“Karena apabila status sosial dan psikis pasien jatuh, maka secara ilmiah sistem imun responnya jelek dan ini akan membahayakan semua. Obat tidak akan bekerja banyak apabila pasien tidak yakin. Sehingga metode yang saya kemukakan di sini adalah langsung berinteraksi dan bercerita dengan pasien,” jelasnya.
Bahkan lanjut dr Fransiscus, dirinya tidak segan mengajak pasien yang dinyatakan dalam pengawasan (PDP) hingga positif Covid-19, untuk bercerita, berolahraga hingga bermain tinju, meskipun sempat muncul komentar bahwa apa yang dilakukannya itu sudah seperti orang gila.
“Kadang-kadang kalau saya ajak pasien kita sparing partner, saya dibilang gila. Karena memang harus gila kita melawan virus yang gila ini. Bahkan saya duduk dengan pasien hingga setengah jam,” sebutnya.
Upaya itu kata Fransiscus, dijalankannya untuk mencapai target zero mortality (nihil yang meninggal). Karena itu, semua upaya harus dijalankan maksimal, mulai dari pengobatan utama sampai melakukan pendekatan emosional kepada pasien.
“Kalau semua kita jalankan, termasuk menghibur langsung pasien, upayanya maksimal kita berikan. Kalau meninggal juga, itu sudah kehendak Tuhan. Tetapi kalau kita tidak maksimal, akan jadi pertanyaan, apakah karena kelalaian kita?” jelasnya.
Namun dengan peran pemerintah dan pihak terkait lainnya yang ikut membantu penanganan di RS, Fransiscus meyakini upaya tersebut tidak dilakukan sendiri. Karena itu pula, dirinya meyakini bahwa dokter dan tenaga medis di RS khusus Covid-19 akan aman dengan alat pelindung diri (APD) yang benar. Sebagaimana dirinya yang mengaku terus optimis dan merasa gembira bisa melayani pasien.
“Jadi intinya, pemberian obat-obatan itu merupakan hal yang standar. Saya mau lihat di sini pendekatannya harus emosional. Makanya saya juga melayani dengan gembira,” tukasnya.
Untuk itu, dr Fransiscus berharap upaya maksimal mulai dari medis hingga pendekatan emosional bisa diterapkan secara maksimal oleh seluruh RS yang menangani pasien Covid-19, termasuk juga tetap menjaga diri dengan baik saat di RS darurat maupun saat berada di luar. (lin)