JAKARTA (Berita): Anggota Komisi III Wihadi Wiyanto meminta Pemerintah terbuka kepada DPR RI terhadap permasalahan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang faktanya pemerintah tidak bisa berbuat banyak menyita asset obligor yang menikmati bantuan tersebut. Banyak aset milik obligor yang tercecer selama lebih dari 20 tahun.
“Pemerintah harus terbuka pada DPR. Dalam soal BLBI ada kelemahan hukum yang belum terang benderang di BLBI yang kita lihat hanya kulitnya saja.
Saya melihat kasus BLBI akan jadi warisan turun temurun dalam pemerintahan yang akan datang,” ujar Wihadi Wiyanto dalam diskusi Dialektika Demokrasi ‘Menakar Efektivitas Kinerja Satgas BLBI’ di Media Center DPR RI Jakarta Selasa (28/3).
Politisi Fraksi Partai Gerindra mengungkapkan, aset obligor diantaranya dari tanah yang awalnya hanya kebun, sekarang sudah menjadi real estate. Dia mempertanyakan apakah Satgas BLBI sudah melakukan pendataan mengenai aset-aset obligor.
Salah satu obligor yang diketahui belum melunasi kewajibannya kepada pemerintah itu adalah Lydia Muchtar dan Atang Latief, pemilik Bank Tamara (Tamara Center; sekarang).
Berdasarkan pengumuman Satgas BLBI di media cetak nasional, keduanya akan dipanggil Satgas BLBI untuk dimintai untuk melunasi kewajiban mereka kepada negara pada 30 Maret 2023.
“Aset-aset negara ini berarti tidak dirampas, artinya hanya dijaminkan tapi jaminkan hanya tempatnya saja, sertifikatnya tidak ada. Kalau ini terjadi kita dorong mengenai undang-undang perampasan aset,” kata Wihadi Wiyanto.
Diskusi digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI selain Wihadi Wiyanto, hadir juga Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun dan Pengamat Ekonomi Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam.
Dengan fakta itu menurut Wihadi, Undang-Undang Perampasan Aset ini perlu didorong, sehingga apa yang menjadi aset BLBI bisa dirampas oleh negara dengan harga yang mungkin sudah berkali-kali lipat dibanding saat para obligor menerima skema bantuan BLBI.
“Yang menjadi pertanyaan, apakah Negara siap membuat UU tersebut. Jangan-jangan pemerintah sendiri yang enggak siap untuk membuat undang-undang itu, karena berbagai hal yang mereka, mungkin dari kinerja dan dari banyak juga yang hilang dan segala macam asetnya itu,” ucap Wihadi.
Anggota Komisi XI DPR RI M Misbakhun mengatakan, para obligor merupakan orang-orang yang membuat Negara ini hampir bangkrut.
Banyak para obligor juga tidak tersentuh oleh penegakan hukum, mereka pada gilirannya masuk dalam daftar orang kaya di Indonesia saat ini.
“BLBI memang punya sejarah panjang, sejarah panjangnya sampai sekarang (tapi) ujungnya masih belum kita ketahui. Penyelesaiannya seperti apa terhadap aset-aset yang dikuasai oleh pemerintah,” tegasnya.
Misbakhun menambahkan, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR dengan Ketua Satgas BLBI yang juga Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Rionald Silaban pihaknya mempertanyakan sejauh mana penelusuran aset yang dilakukan Satgas BLBI.
Khususnya apakah aset yang sekarang dikuasai obligor dan bisa kembali kepada pemilik lama melalui berbagai skema. Sementara dalam Master Settlement And Acquitition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA), tidak diperbolehkan segala macam cara mengembalikan aset kepada pemiliknya.
“BLBI harus tegas, tegas dalam artian melakukan asset tracing. Supaya apa? Preseden membangkrutkan Negara melalui mekanisme utang piutang antara debitur dan kreditur melalui mekanisme perbankan itu tidak berulang,” ucap Misbakhun.
Asset tracing sendiri dijelaskan dia adalah aset yang sudah disita oleh Negara kemudian dijual kembali.
Keberadaannya tidak dikuasai kembali oleh pemilik lamanya. Baik itu aset yang bersifat produktif atau aset yang bersifat tetap atau aset yang lain, termasuk hak-hak penguasaan.
“Inilah yang kalau menurut saya, kalau kita berbicara tentang BLBI, harus didorong pemerintah melakukan upaya. Karena di Satgas BLBI ini ada Menkopolhukam, ada PPATK, ada Bareskrim, ada Jaksa Agung dan sebagainya,” ungkap M Misbakhun.
Piter Abdullah Redjalam dalam diskusi itu mengatakan, BLBI ini adalah sebuah ironi cerita pahit dari perjalanan panjang perekonomian kita.
“Satgas BLBI dalam bayangan saya seharusnya bisa dimaksimumkan. Tahun 2021 satgas BLBI dibentuk, kita masih ingat sekali bahwa Pak Mahfud tampil di TV begitu semangat menyampaikan pemerintah akan berusaha menyelesaikan semua permasalahan BLBI pada waktu itu.
Kalau ini kita selesaikan akan menjadi sebuah titik awal untuk memperbaiki perekonomian kita untuk lebih baik,”ujar Piter Abdullah.(rms)