MADINA (Berita): Menggantungkan harapan ke APBD itu kurang kreatif, karena nilainya sangat terbatas, dana sekira Rp 50 miliar-Rp100 miliar, itu sangat kurang dan akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi sebagaimana ditargetkan dalam APBD setiap tahun.
Pernyataan itu disampaikan pengamat ekonomi asal Mandailing Natal Irwan H Daulay.
“Karena itu, bupati harus kreatif mencari sumber-sumber pembiayaan baru,” ujarnya menjawab waspada.id dan beritasore.co.id melalui sambungan telepon seluler, Minggu (18/6).
Dikatakan, selain dari APBN, banyak alternatif jika kita mau berpikir, misalnya dana desa yang jumlahnya lebih dari Rp 300 miliar setiap tahun.
“Sedangkan Rp100 milliar saja digunakan untuk belanja alat berat, dumtruck dan operasional pembukaan, pelebaran dan peningkatan jalan di seluruh desa di Madina, hasilnya akan sangat besar dan bermanfaat bagi kelancaran aktifitas perekonomian masyarakat,” ujar Irwan Daulay.
Dana itu, lanjut dia, diakumulasi di Bumdesma setiap kecamatan, dan diberi payung hukum dalam bentuk Perbup agar metode pelaksanaannya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik
Begitu juga untuk peningkatan ke hotmix banyak sekali upaya untuk pembiayaan, misalnya Pemkab Madina dapat membangun kemitraan dengan pengusaha AMP agar jalan yang sudah dibuka secara bertahap dapat dihotmix dengan pola swakelola dan dengan anggaran yang lebih kecil namun efisien dan mutu tetap terjaga.
“Jika dananya kurang, bisa diminta partisipasi dunia usaha maupun pinjaman ke PT SMI atau perbankan,” ujarnya.
Pokonya, ujar tokoh masyarakat asal Madina ini, banyak cara menyelesaikan masalah jika saja kita berani berpikir, “masalahnya kan kita cenderung pasrah dan suka yang instan saja.”
Misalnya, lanjut dia, lebih suka DD itu untuk pengadaan bibit yang harganya selangit namun tidak bermanfaat bagi perekonomian masyarakat dalam jangka pendek, begitu juga utk membiayai proyek titipan dari berbagai pihak sehingga DD tersebut bocor.
“Dulu dibilang orang ‘bocor halus’, sekarang malah jebol (lebih banyak bocornya daripada yang tinggal di desa).
Pola ini harus kita tinggalkan jika daerah ini mau maju,” ujar Irwan Daulay.
“Jangan semua dijadikan objek mencari kesempatan, harus dipilah-pilah mana makanan musang, serigala dan harimau, agar rantai makanan dalam ekosistem tidak terputus, dan keseimbangan alam dapat dipertahankan,” tambah Irwan Daulay.
Baru Tiga Bulan
Ketika dimintai komentar, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Madina Elpi Yanti Harahap, ST mengungkapkan, sangat setuju.
“Ini, saya setuju, jangan selalu tergantung ke PUPR,” ujar Elpi, alumnus Fakultas Teknik Sipil USU dihubungi melalui sambungan telepon seluler.
Dia juga menyampaikan persoalan menyangkut inprastruktur Madina. Terkait jalan retak di Tambangan dan longsoran-longsoran pada pelebaran itu, lanjut Elpi, karena faktor alam bukan kualitas pekerjaan.
“Tapi, kalau belum satu tahun sudah lobang sana-sini baru masalah kualitas, pasti itupun semua diperbaiki tapi kan berproses, ada perencanaan dulu sebelum ke lapangan, tidak usah dianggap dosa besar sampai mengatakan yang sangat tidak sopan di sosmed, santai saja, bantu doakan semoga kami bisa bekerja maksimal,” katanya.
“Saya tidak bekerja atas kepentingan siapapun di Madina ini, semua daerah saya sayangi di Madina, sama porsinya di hati saya, saya usahakan pelan-pelan akan mengakomodir usulan-usulan yang memang urgensi dilaksanakan,” tambah Elpi Yanti Harahap.
Dikatakannya, baru tiga bulan, wajarlah masih banyak sekali harus dibenahi.
Bukan cuma di luar, kata Elpi, di dalam internal PUPR saja banyak sekali pembenahan diperlukan. (irh)