JAKARTA (Berita): Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China telah menyepakati pedoman untuk mempercepat negosiasi Pedoman Tata Perilaku (Code of Conduct/CoC) di Laut China Selatan.
Pedoman tersebut diadopsi dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dan Direktur Komite Urusan Luar Negeri Komite Sentral Partai Komunis China Wang Yi di Jakarta pada Kamis (13/7/2023). Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dan Wang Yi bersama-sama memimpin pertemuan tersebut, demikian keterangan tertulis Kemlu RI.
Dalam sambutan pembukaannya, Retno menyatakan bahwa China telah menjadi mitra penting ASEAN dalam menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik selama lebih dari tiga dekade. “Kemitraan kita semakin penting di tengah tantangan yang semakin besar,” ujar Retno.
Tahun ini dianggap sebagai tonggak penting dalam hubungan ASEAN-China, yang ditandai dengan penyelesaian pedoman untuk mempercepat perundingan CoC yang efektif dan substantif, penyelesaian pembacaan kedua draf perundingan CoC tunggal, dan peringatan 20 tahun aksesi China ke Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC).
“Pencapaian tersebut harus terus dibangun momentum positif untuk memperkuat kemitraan yang memajukan paradigma inklusivitas dan keterbukaan, menghormati hukum internasional termasuk UNCLOS 1982, serta mendorong kebiasaan dialog dan kolaborasi,” ujar Retno.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa China harus menjadi mitra yang bisa diandalkan bagi ASEAN dalam memelihara arsitektur kawasan yang terbuka dan inklusif. “Hanya dengan begitu kita dapat mencapai kerja sama yang saling menguntungkan demi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bersama di Indo-Pasifik,” kata Retno.
Retno juga meminta dukungan China untuk implementasi konkret Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP), termasuk rencana penyelenggaraan Forum ASEAN Indo-Pasifik (AIPF) pada September mendatang.
Selaku ketua tahun ini, Menlu RI membacakan pernyataan bersama ASEAN yang menyoroti beberapa aspek, di antaranya pentingnya kepatuhan terhadap TAC, penerapan pedoman untuk mempercepat perundingan CoC, dukungan untuk penerapan AOIP, kerja sama ekonomi, penguatan ketahanan kesehatan, serta hubungan antar-masyarakat.
Sementara itu, China menyatakan dukungannya terhadap TAC dan sentralitas ASEAN dalam mengembangkan arsitektur kawasan yang inklusif. China juga mengangkat beberapa bidang kerja sama prioritas, seperti pertanian, pengembangan kendaraan listrik, ekonomi biru, dan hubungan antar-masyarakat.
Pertemuan tersebut mendorong peningkatan kerja sama ekonomi ASEAN-China, termasuk penyelesaian negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) 3.0, untuk memperkuat hubungan perdagangan dan rantai pasokan regional. Pertemuan juga menekankan pentingnya revitalisasi konektivitas pascapandemi, termasuk realisasi komitmen China dalam pembangunan infrastruktur kawasan.
Selain itu, pertemuan tersebut juga mendesak kerja sama dalam mengatasi perubahan iklim, termasuk memastikan ketahanan pangan regional, mengembangkan energi baru dan terbarukan, serta menyambut baik kemajuan dalam proses negosiasi terkait Laut China Selatan.
Secara ekonomi, China merupakan mitra dagang terbesar ASEAN, begitu pula sebaliknya, dengan perdagangan kedua pihak mencapai 975 miliar dolar AS (sekitar Rp14.590,9 triliun). China juga merupakan sumber investasi asing langsung terbesar keempat di ASEAN, dengan nilai 13,8 miliar dolar AS (sekitar Rp 206,5 triliun) pada 2021. (ant)