JAKARTA (Berita): Di tengah tren parenting yang terus berevolusi dan pengaruh sosial media yang eksponensial, sebuah buku baru berjudul “Induk Macan” hadir untuk memberikan perspektif baru tentang parenting yang sejalan dengan budaya Indonesia.
Sang penulis, Krista Endinda, terinspirasi dari pengamatannya terhadap tren yang terjadi pada pola pengasuhan anak di Indonesia. Dinda, demikian sang penulis akrab disapa, ingin memberikan panduan bagi orang tua Indonesia yang ingin menggabungkan yang terbaik dari kedua dunia – membesarkan anak yang tetap menghargai tradisi budaya Timur dan di satu sisi juga mengambil esensi penting dari gaya parenting Barat.
“Saya ingin meluruskan persepsi yang akhir-akhir ini umum terjadi bahwa mengadopsi gaya parenting Barat akan menjadikan kita sebagai orang tua yang lebih baik,” ungkap Krista Endinda dalam diskusi buku “Induk Macan” yang digelar secara zoom Senin (21/8).
“Sebagai orang tua kita harus lebih mawas diri dan berpikir lebih jauh, karena umumnya disini menganggap tren budaya Barat lebih superior sehingga otomatis dijadikan patokan,” katanya.
Padahal ikut-ikutan budaya Barat tanpa menyaring dahulu berpotensi menimbulkan konflik pada diri kita yang berbudaya Timur. “Lewat ‘Induk Macan’ saya ingin mengajak orang tua Indonesia untuk membina hubungan harmonis dengan anak-anak sambil tetap berakar pada identitas budaya mereka,” ujar Dinda.
Pesan utama dari buku ini adalah bagaimana kita sebagai orang tua yang berbudaya Timur tidak perlu melawan atau meninggalkan tradisi hanya karena paham baru di dunia parenting.
Misalnya kebiasaan Timur yang memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan bapak atau kebiasaan lain seperti “salim’ kepada yang lebih tua. Berlawanan dengan budaya Barat yang mungkin terbiasa dengan memanggil nama bahkan kepada yang lebih tua.
Hal ini karena orang Timur sangat menjunjung tinggi hirarki sosial dan jika orang tua menanamkan anak dengan budaya Barat yang jelas berlawanan tentu akan terjadi clash, yang tentunya dibahas lebih jauh di buku “Induk Macan”.
Kebutuhan akan “Induk Macan” jelas terlihat ketika orangtua Indonesia sering kali berjuang dengan penafsiran yang keliru tentang praktik gentle parenting yang mereka temui melalui media sosial. Penafsiran yang keliru ini tanpa disadari dapat mengarah pada pengadopsian gaya parenting yang tidak sesuai dengan norma budaya.
Hal ini yang diperjuangkan Dinda dalam buku “Induk Macan” agar orang tua di Indonesia merasa lebih tenang dan tidak perlu khawatir melakukan kesalahan.
“Induk Macan” memberikan pandangan parenting yang modern karena memperjuangkan perpaduan wawasan parenting global dan kebijaksanaan lokal. Sebagai pengingat bahwa merangkul identitas budaya Timur tetap dapat meningkatkan kualitas pengasuhan, memupuk ketahanan budaya, dan memupuk ikatan yang kuat antara orangtua dan anak.
Saat ini buku “Induk Macan” sudah beredar di Indonesia dan dapat dibeli di toko buku online “Sarang Aksara” di marketplace terkemuka di Indonesia. Selama masa promo dari tanggal 20 hingga 31 Agustus buku Induk Macan bisa diperoleh dengan harga 75 ribu rupiah (harga normal 95 ribu rupiah).
Krista Endinda, seorang content creator parenting, kerap membagikan ilmu-ilmu tentang pengasuhan anak lewat akun media sosialnya.
Dinda, tengah mendalami ilmunya dengan menyelesaikan pendidikan S2 di Bank Street College, New York jurusan infant toddler development and family engagement, dan akan segera melanjutkan ke S3 di bidang psikologi anak.
Krista Endinda yang lebih akrab disapa Dinda, mengawali karirnya di Semarang sebagai seorang guru toddler di sekolah Bukit Aksara. Di sana Dinda menemukan passion-nya dan memutuskan untuk mendalami dunia infant dan toddler.
Saat pandemi, Dinda mendirikan Mamaguru yaitu sebuah platform untuk memberikan pendampingan bagi para ibu yang saat itu harus menjalani peran ganda mengasuh dan mendidik pada masa pembelajaran online. Pasca pandemi, Dinda tetap membagikan tips parenting lewat akun Instagram @kristaendinda. (wie)