beritasore/Ist
Bupati Madina HM Ja’far Sukhairi Nasution dijadwalkan tiga hari di Pantai Barat Madina Selasa (12/9) sampai Kamis (14/9).
MADINA (Berita): Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution dijadwalkan tiga hari di Pantai Barat Mandailing Natal Selasa (12/9) sampai Kamis (14/9), termasuk di Kec. Natal.
Informasi ini diperoleh waspada.id dan beritasore.co.id dari Kominfo Madina dari protokol, Minggu (10/9).
Kunjungan ini, menurut jadwal, Selasa pagi sudah dimulai di Kayulaut, terus ke Batangnatal dan sejumlah kawasan di Pantai Barat. Nah, warga Pantai Barat pun menyampaikan berbagai harapan.
Wartawan tim perjalanan jurnalistik di pantai barat, dijumpai di Natal, Kamis (7/9), Ketua Lembaga Adat dan Budaya Rana Natal (LABRN) Ali Anapiah berharap orang nomor satu di Pemkab Madina ini menjadikan infrastruktur dan pembangunan plasma sebagai prioritas kunjungan.
beritasore/Ist
Ketua LABRN Ali Anapiah berdiskusi dengan wartawan di Natal, Kamis (7/9).
“Cuma dua hal yang benar-benar prioritas saat ini di Natal, infrastruktur dan pemenuhan hak-hak masyarakat oleh perusahaan. Kami harap Pak Bupati mengedepankan dua hal ini,” ujar Ali.
Dalam perjalanan jurnalistik enam media di pantai barat Mandailingnatal, terlihat ribuan hektare lahan perkebunan carut-marut di Batahan. Tentu saja, butuh penanganan serius, segera, walaupun satu demi satu diselesaikan.
Perjalanan jurnalistik di Pantai Barat waspada.id, beritasore.co.id, waspada.com, beritahuta.com, hayuaranet.id dan manyota.id (5-7/9), tim dari Panyabungan langsung bergerak ke Batahan.
Dua hari di Batahan, tim perjalanan jurnalistik bergerak ke Natal, pantai indah nan jempolan. Di belakang mess Pemprovsu — tempat kami menginap — tim sempat nongkrong di pinggir laut Natal sambil berdiskusi.
Direncanakan, perjalanan jurnalistik dilanjutkan di hari lain, setelah mengunjungi Batahan dan Natal. Insya Allah.
Berbagai informasi kami rangkum, kemudian kami bergerak menjumpai narasumber di Natal. Soalnya, ribuan keluarga di Kec. Natal, Kab. Madina, masih menanti realisasi Permentan Nomor 26 tahun 2007; kewajiban perusahaan membangun kebun plasma bagi masyarakat sekitar.
Nah, dari enam perusahaan sawit “raksasa” beroperasi dan telah produksi di Kec. Natal, baru dua perusahaan merealisasikan pembangunan plasma. Setidaknya, ada sembilan desa/kelurahan belum menerima manfaat.
Lembaga Adat dan Budaya Rana Natal (LABRN) sebagai representasi masyarakat setempat telah melakukan berbagai upaya agar masyarakat bisa menerima manfaat kehadiran perusahaan berupa pembangunan kebun plasma.
“Kami sudah menyurati perusahaan-perusahaan yang beroperasi dan sudah produksi di Kecamatan Natal. Tindak lanjutnya berupa audiensi dengan bupati dan rapat bersama perusahaan pada Juli lalu,” kata Ketua LABRN Ali Anapiah di kantornya, Kamis (7/9).
Dalam pertemuan 12 Juli 2023 itu, kata dia, belum ada hasil konkret selain keterangan dari perusahaan-perusahaan terkait lahan dan upaya pembangunan plasma sesuai versi masing-masing.
Bahkan, disebutkan, ada perusahaan mengaku telah mengeluarkan kewajiban, tapi setelah dicek ke lapangan hasilnya tidak sesuai keterangan disampaikan saat rapat.
Sementara dari enam perusahaan yang diundang hanya empat yang hadir. Dua perusahaan tidak mengirimkan perwakilan tanpa alasan tidak diketahui.
“Kalau alasannya undangan tidak sampai, rasanya tidak mungkin karena yang mengundang itu pemerintah,” terangnya.
Belum terpenuhinya hak-hak masyarakat setempat, jelas Ali Anapiah, tidak hanya menimbulkan kesenjangan, tapi juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.
“Dulu, pasar itu hanya ada di Natal. Sekarang sudah ada dua atau tiga pasar lagi yang tumbuh dengan perputaran ekonomi lebih tinggi dibandingkan pasar di Natal,” ujar mantan anggota DPRD Madina dua periode ini.
Dia menjelaskan, masyarakat tidak menuntut harus menerima satu atau dua hektare melainkan kewajiban perusahaan membangun kebun plasma 20% dari luas lahan dikelola, sesuai peraturan, sesuai hak masyarakat.
“Yang penting, masyarakat menerima manfaat dan kewajiban 20% itu dipenuhi perusahaan. Mau setengah hektare atau berapa pun tidak masalah,” jelasnya.
Ketua LSM Granat Madina ini berujar, saat ini masih banyak masyarakat Natal yang menggantungkan hidupnya dengan menangkap ikan di laut.
Hasil tangkapan, tambahnya, sering tidak cukup untuk membutuhi keluarganya. Untuk itu perlu realisasi plasma ini sehingga taraf hidup masyarakat membaik.
Ali Anapiah mengungkapkan, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Natal terkesan berupaya menghindar dari tanggung jawab membangun kebun plasma. Bahkan ada perusahaan yang mengklaim lahannya berada di wilayah Sinunukan.
“Itu ada perusahaan yang menyebut kebunnya Kebun Sinunukan. Padahal, kan, lahan transmigrasi tidak pernah bertambah. Lahan perusahaan itu ada di atas tanah Natal, bukan Sinunukan,” tegasnya.
Berdasarkan data dan dokumen diterima tim perjalanan jurnalistik di pantai barat, setidaknya 2.410 kepala keluarga (KK) belum menerima manfaat dan tersebar di sembilan kelurahan/desa, yakni Pasar I Natal, Pasar II Natal, Pasar III Natal, Setia Karya, Pasar V Natal, Pasar VI Natal, Panggautan, dan Taluk.
Dua perusahaan yang telah menyelesaikan kewajiban kepada masyarakat adalah PT Dinamika Inti Sentosa (DIS) berlokasi di Sundutantigo dan PT Rimba Mujur Mahkota (RMM) berlokasi di Sikarakara. (irh)