Cara Warga Abdya Akhiri Bulan Safar

  • Bagikan
Ratusan warga Desa Suak Nibong, dipimpin Kades Tgk Adami Us, melantunkan zikir tolak bala, di kawasan jalan nasional Blangpidie-Tapak Tuan, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya. Foto direkam Selasa malam (12/9) lalu. Foto: Syafrizal
Ratusan warga Desa Suak Nibong, dipimpin Kades Tgk Adami Us, melantunkan zikir tolak bala, di kawasan jalan nasional Blangpidie-Tapak Tuan, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya. Foto direkam Selasa malam (12/9) lalu. Foto: Syafrizal

Masyarakat Aceh pada umumnya, khususnya masyarakat dalam wilayah Pantai Barat Selatan Aceh (Barsela), menyebutnya dengan ‘Rabu Habeuh’ (Hari Rabu Terakhir). Rabu Habeuh yang dimaksud disini adalah hari rabu terakhir pada minggu terakhir, pada Safar, dalam hitungan Tahun Hiriyah.

Dalam menyambut ‘rabu habeuh’ yang juga disebut ‘tulak bala’ tersebut, beragam kegiatan dilakukan warga dari berbagai kalangan. Baik itu dengan melaksanakan doa bersama, zikir bersama, hingga berwisata sambil berdoa.

Seperti halnya yang dilaksanakan warga Desa Suak Nibong, Kecamatan Tangan-Tangan, Aceh Barat Daya (Abdya), pada Selasa malam (12/9) lalu. Sekira pukul 21.30 WIB, di kawasan jalan nasional Blangpidie-Tapak Tuan, ratusan warga setempat, dipimpin langsung oleh Kepala Desanya, Tgk Adami Us, menggelar pawai obor dan zikir akbar, dengan melibatkan kaum bapak, kaum ibu, pemuda, juga remaja usia sekolah, dalam memperingati hari tolak bala itu.

Rombongan zikir sambil membawa obor warga Suak Nibong malam itu, terlihat tertib melaksanakan pawai, sambil tak henti-hentinya melantunkan bacaan ‘Ya Latif’ disertai zikir dan doa lainnya, untuk mengusir segala bala bahaya serta penyakit dan memohon perlindungan dari Allah SWT.

Kepala Desa Suak Nibong, Tgk Adami Us, yang merupakan alumnus Dayah Manyang Puskiyai Aceh, dilokasi mengatakan, memperingati hari Rabu habeh atau tolak bala dalam setiap bulan Safar itu, menjadi rutinitas tahunan yang dilaksanakan masyarakat Aceh pada umumnya. Dimana, tradisi ini sudah menjadi adat budaya turun temurun dilakukan oleh masyarakat, terutama di Desa Suak Nibong dan Desa-Desa lainnya, di wilayah Abdya khususnya.

Kades Tgk Adami Us menambahkan, sebelum pelaksanaan zikir dan doa, terlebih dahulu warga dari berbagai Desa turun ke jalan mengelilingi perkampungan, sambil membawa obor dan lidi, untuk mengusir penyakit dan dijauhkan dari mara bahaya.

Dengan berjalan kaki dan menggunakan becak, ratusan warga berkeliling sembari memanjatkan doa “Ya Lathifu Lam Taza, Ulthubina Fiimantaza, Innaka Lathifu Lam Taza, Uthubina Wal Muslimin” yang diulang terus menerus, hingga sampai ke pinggir pantai pesisir Kecamatan Tangan-Tangan.

Sesampainya di pesisir pantai, ratusan warga yang membawa obor dan lidi, langsung menancapkan ke bibir pantai, dengan harapan segala penyakit akan hanyut terbawa ombak lautan.

Tgk Adami mengatakan, selesai zikir dan do’a bersama di Mesjid, para warga berjalan kaki dengan membawa obor mengelilingi seputaran Desa, dengan menelusuri jalan utama dan setelahnya berkumpul di pesisir pantai.

Dikisahkan, dahulu kala, orang Aceh untuk mengusir wabah penyakit, sering melakukannya dengan sebuah kegiatan spiritual adat, yang sudah turun temurun dilakukan. “Terlepas percaya atau tidak, kebiasaan masyarakat dalam Desa ada sebuah tradisi yang diyakininya. Apakah musim tha’un atau tha’en (yang biasa disebut orang Aceh dulu)”, yaitu wabah penyakit, baik yang menyerang hewan atau manusia” ungkapnya.

Di era milenial saat ini tambah Tgk Adami Us, mungkin banyak tidak percaya dengan tradisi tersebut. Namun dengan tradisi keagamaan itu, apa yang sebelumnya membuat warga resah, menjadi tenang Wabah penyakit yang melanda perkampungan, berangsur-angsur menjauh dari kampung tersebut. “Semoga niat yang tulus dan meminta pertolongan dari Allah SWT, mara bahaya akan dijauhkan dari daerah kita, Aamiin , demikian sambungnya.(Syafrizal).

 

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *