MEDAN (Berita): Puluhan elemen masyarakat dari aliansi Ormas Islam Kelaskaran Sumut menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, Jumat (22/9) siang.
Mereka mendesak pemerintah untuk mengembalikan hak warga Melayu di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, yang terzolimi akibat digusur dari tanah nenek leluhurnya yang sudah dihuni secara turun-temurun.
Koordinator aksi Azhari yang juga Ketua Persatuan Islam (PIS) Deliserdang, menolak keras tindakan yang mengakibatkan warga Rempang bentrok dengan aparat keamanan, 7 September 2023 lalu, diduga karena lahan mereka akan dijadikan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-City.
“Kita menolak kekerasan, kembalikan hak warga Rempang,” teriak Azhari dalam aksi yang juga dihadiri Ketua PIS Sumut Amrin Nasution, Panglima Laskar Kejeruan Metar Bilad Deli, Irwan Supadli, dan belasan warga Melayu.
Azhari tidak menolak rencana investasi yang ditanamkan pemerintah di pulau itu, tetapi cara-cara yang dilakukan aparat keamanan telah melukai perasaan umat beragama, bukan hanya di Riau, tetapi di seluruh Indonesia.
Akibat penolakan yang dilakukan ribuan warga Pulau Rempang, untuk direlokasi ke Pulau Galang atas nama pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City, bentrokan tak terelakkan. Sejumlah orang dikabarkan mengalami luka-luka.
Polisi dikabarkan menembakkan gas air mata ke arah massa. Anak-anak di sekolah ikut terkena dampaknya hingga dilarikan ke rumah sakit.
Berselang lima hari, kericuhan kembali terjadi di kantor BP Batam. Sebanyak 43 orang yang menolak relokasi ditangkap polisi lantaran dituduh provokator. Mereka dijadikan tersangka.
Warga bertahan di lahan mereka karena kawasan yang mereka huni yang diklaim sebagai kampung-kampung Melayu tua di Rempang dan sudah dihuni secara turun-temurun.
Proses Hukum
Dalam pernyataan sikapnya, mereka menuntut proses hukum terhadap tindakan represif yang diduga dilakukan oknum aparat kepolisian Riau dan Resor Batam, dan oknum anggota TNI serta aparat lainnya. Alasannya, tindakan represif tersebut bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia serta UUD 1945.
Selanjutnya, menuntut pembatalan kebijakan pemerintah terhadap relokasi atau pergeseran hak atas tanah masyarakat Pulau Rempang, dan kepada DPR RI segera menggunakan hak interpelasi untuk menyelidiki kebijakan pemerintah terkait investasi yang berdampak pada hukum.
“Kita juga menyerukan kepada masyarakat Pulau Rempang untuk tetap memperjuangkan hak asasi dan menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat yang melawan kebijakan yang bertentangan dengan hukum, hak asasi manusia dan konstitusi,” ujarnya.
Di tengah hujan rintik, aspirasi pengunjukrasa akhirnya diterima Ketua DPRD Sumut Drs. Baskami Ginting, Wakil Ketua dan anggota dewan Rahmansyah Sibarani dan Ahmad Hadian seraya berjanji akan menindaklanjutinya, dengan mengirimkannya segera ke pemerintah pusat.
“Kita sama-sama tahu, bahwa hal ini merupakan kewenangan pemerintah pusat. Kami akan segera menyampaikannya kepada instansi yang berwenang,” ujar Baskami seraya mengajak pengunjuk rasa untuk tetap menjaga persatuan dan keutuhan NKRI.
Aksi Solidaritas Galang Rempang ini berlangsung dengan tertib serta mendapat pengawalan dari personel Polrestabes Medan, dan petugas security DPRD Sumut. Usai menyampaikan orasinya, para peserta aksi meninggalkan gedung DPRD Sumut dengan tertib. (Wsp)