Jakarta (Berita): Hasil autopsi terbaru mengungkap kematian George Floyd disebabkan oleh kardiopulmoner atau henti jantung. Laporan Dr. Andrew Baker mengatakan leher Floyd tertekan selama lebih dari delapan menit ketika ‘dikunci’ oleh polisi AS.
Kendati demikian, Baker mengatakan kesimpulan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai penyebab utama kematiannya.
Autopsi yang dilakukan oleh keluarga Floyd menunjukkan sejumlah memar dan luka di kepala, wajah, mulut, bahu, lengan dan kaki. Tidak ditemukan bukti bahwa luka-luka tersebut secara langsung menjadi penyebab kematiannya.
Dilansir CNN, Floyd diketahui memiliki riwayat penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Hasil toksikolofi menemukan tingkat fentanil dan metamfetamin sedang.
Pihak keluarga sepakat untuk melakukan autopsi mandiri lantaran tidak puas dengan hasil sebelumnya yang mengatakan jika Floyd meninggal karena sesak napas.
Hasil autopsi sebelumnya mengarah kepada tindakan pembunuhan setelah petugas kepolisian, Derek Chauvin mengunci bagian antara leher dan punggung secara berlebihan hingga menyebabkan aliran darah ke otak berkurang.
Chauvin berlutut di leher Floyd selama 8 menit dan 46 detik, berdasarkan pengaduan yang disampaikan kepada Kantor Kejaksaan Kabupaten Hennepin.
Buntut kematian Floyd memicu aksi solidaritas antirasisme di seluruh AS hingga dunia.
Sejumlah pemimpin negara termasuk PM Kanada Justin Trudeau dan PM Inggris Boris Johnson mengecam keras aksi rasisme yang berujung pada kematian etnis minoritas.
Johnson dalam konferensi pers pada Rabu (3/6) mengatakan jika pihaknya tidak menoleris rasisme terjdi di Inggris.
Sedangkan Trudeau sempat terdiam selama 20 detik seakan menunjukkan jika ia kehabisan kata-kata ketika ditanya ditanggapan atas tindakan Trump dalam meredam aksi demo di AS. (evn)