JAKARTA (Berita): Pada pertengahan abad ini, pertumbuhan ekonomi di Indo-Pasifik akan menyumbang lebih dari separuh konsumsi energi global dan secara kolektif akan menjadi importir energi terbesar di dunia.
Siaran pers yang diterima dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta Jumat (2/2/2024) menyebut meningkatnya permintaan energi ini bertepatan dengan upaya dunia untuk mengurangi emisi karbon.
“Sehingga menciptakan tantangan penyeimbangan antara keamanan dan keberlanjutan di seluruh kawasan,” kata Penjabat Wakil Kepala Misi AS di Indonesia
Jason P. Rebholz pada Konferensi Clean EDGE Asia 2024.
Dalam sambutannya, Rebholz mengatakan negara-negara Asia Tenggara memiliki beragam kebutuhan energi dan jalur transisi, sehingga menawarkan forum yang sangat kuat untuk diskusi kebijakan yang substantif dan berdampak pada saat-saat penting.
Konferensi Clean EDGE Asia tahun 2024 di Jakarta mempertemukan para pemangku kepentingan utama, pakar teknis, dan pembuat kebijakan dari Asia Tenggara, Amerika Serikat, dan seluruh Indo-Pasifik.
Konferensi itu untuk bertukar prioritas, pembelajaran, dan tantangan dengan tujuan meningkatkan pemahaman kolektif, dan menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat ditindaklanjuti untuk mendukung dan mempercepat pengembangan dan transisi energi yang adil di Asia Tenggara.
Jason P Rebholz dalam sambutamnya mengatakan yransisi energi bersih bukan hanya merupakan salah satu prioritas tertinggi pemerintah AS, namun juga merupakan elemen utama dalam kemitraan kami dengan Indonesia. Jelas terlihat hari ini, dari kelompok ahli yang luar biasa dan beragam bahwa hal ini juga merupakan salah satu prioritas tertinggi Anda.
“Hari ini kami berada di sini untuk menandai keberhasilan dari tiga pencapaian,” ungkap Jason P Rebholz.
Pertama, kita berada di sini untuk merayakan empat tahun program kolaboratif yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS dan National Bureau of Asia Research berjudul “Enhancing Development and Growth through Energy” —atau program EDGE.
Pemerintah Amerika Serikat meluncurkan EDGE untuk mempercepat transisi energi bersih di Asia. “Kami melakukan hal ini dengan menggabungkan keahlian dan sumber daya kami dengan pemerintah-pemeritah yang berpandangan sama, sektor swasta, serta lembaga keuangan internasional,” katanya.
Landasan EDGE adalah Program Mid-Career Fellows kami, yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan mendukung para pemimpin paling cemerlang di bidang energi bersih di Asia Tenggara.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada EDGE Fellows yang bergabung di sini hari ini. Bisakah Anda angkat tangan?” ujarnya.
Ia menyebut dalam kegiatan ini andalah yang akan berinovasi, berdebat dan berdiskusi, serta memimpin transisi energi bersih dan mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih baik.
“Kami sangat bangga dengan apa yang telah Anda lakukan dan kami menanti untuk melihat apa yang akan terus Anda lakukan. Kami semua di Kedubes AS. berharap dapat bekerja sama dengan Anda dalam menciptakan masa depan yang lebih bersih bagi negara Anda. Kami menantikan untuk merayakan kesuksesan Anda,” kata Rebholz.
Program EDGE merupakan bagian penting dari upaya kami untuk mendukung transisi perekonomian Asia menuju masa depan yang bebas karbon.
Amerika , katanya, mengupayakan masa depan yang bebas karbon, dan juga kemakmuran ekonomi. “Dalam pandangan kami, masa depan tanpa karbon sebenarnya merupakan kunci menuju kemakmuran dan keberlanjutan ekonomi,” jelasnya.
Masa depan adalah teknologi inovatif, lapangan kerja yang bersih dan aman, serta langit biru. Masa depan adalah kelestarian hutan, terumbu karang, dan keanekaragaman hayati. Masa depan adalah udara bersih dan air minum.
Ia mengajak agar terus mengupayakan
masa depan energi yang bersih dan keamanan energi. Kami tidak menganggap konsep-konsep tersebut saling terpisah. Sebaliknya, masa depan energi bersih adalah kunci ketahanan energi.
“Energi bersih berarti kita menggunakan teknologi dan efisiensi yang unggul untuk memastikan akses ke listrik yang handal bagi semua orang dan membantu Indonesia dalam upaya mencapai kemajuan industri dengan menggunakan energi terbarukan,” katanya.
Ia memaparkan ada tiga keberhasilan yang harus kita rayakan hari ini. Kedua, kemitraan konstruktif antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam transisi energi.
Tahun 2024 menandai peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Amerika Serikat dan Indonesia. Dan kita memulai tonggak bersejarah ini setelah pertemuan puncak antara Presiden Jokowi dan Presiden Biden.
Pada bulan November, Presiden Biden menyambut Presiden Jokowi di Ruang Oval. Dalam pertemuan ini kedua pemimpin meningkatkan hubungan AS-Indonesia menjadi Kemitraan Strategis Komprehensi—tingkat tertinggi dalam hubungan bilateral.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Biden menyampaikan dengan sangat jelas mengenai kepentingan kami dalam mendukung investasi publik dan swasta dalam berbagai teknologi serta kegiatan-kegiatan yang mendorong kemakmuran ekonomi inklusif.
Juga pada November 2024 meluncurkan strategi penting dalam Kemitraan Transisi Energi yang Adil, atau JETP. Strategi ini adalah Comprehensive Investment and Policy Plan, atau CIPP.
CIPP merupakan upaya bersama dengan kelompok mitra internasional atau International Partners Group yang memungkinkan Indonesia mencapai tujuan pengurangan emisi di sektor ketenagalistrikan melalui katalis investasi energi terbarukan.
Untuk mendukung target ambisius ini, IPG berkomitmen untuk memobilisasi pendanaan publik sebesar 10 miliar dolar AS. Aliansi Keuangan Glasgow untuk Net Zero, sebuah koalisi global yang terdiri dari lembaga-lembaga keuangan terkemuka, berkomitmen untuk memobilisasi tambahan sebesar 10 miliar dalam pembiayaan swasta.
Kami telah mulai menerapkan investasi ini. Mei lalu, Badan Perdagangan dan Pembangunan AS mengeluarkan hibah sebesar 1 juta dolar untuk studi kelayakan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu di Nusa Tenggara Barat,” jelasnya.
Selain itu, Bank Pembangunan Asia dan Indonesia mengumumkan rencana pada COP28 di Dubai untuk memulai penghentian awal PLTU Cirebon 1 melalui Mekanisme Transisi Energi ADB.
Juga pada November lalu jelas Rebholz,
jelas-jelas sangat sibuk di bulan November, mantan Duta Besar Kim dan Menteri Arifin menandatangani perjanjian untuk memperdalam kemitraan dan bantuan teknis dalam pengembangan mineral dan energi bersih.
Melalui program ini kita dapat melaksanakan program-program Amerika Serikat seperti Inisiatif Permintaan Energi Bersih. Ini merupakan upaya kolaboratif untuk bermitra dengan perusahaan-perusahaan sektor swasta yang mencari investasi berbasis energi bersih dengan mitra-mitra dan pembuat kebijakan di Indonesia.
Sudah ada 100 perusahaan yang menunjukkan minat terhadap infrastruktur energi bersih senilai lebih dari 100 miliar dolar.
Ia memaparkan pihaknya sudah bekerja sama dalam banyak hal lainnya. Net Zero World Initiative bekerja sama dengan Kementerian yang dipimpin Menteri Arifin untuk membantu masyarakat pedesaan yang bergantung pada bahan bakar solar untuk beralih ke alternatif yang lebih ramah lingkungan, memastikan akses energi yang bersih dan andal bagi semua orang.
Selain itu, AS juga mempunyai program untuk memanfaatkan potensi panas bumi yang luar biasa di Indonesia, dan mencari alternatif yang ramah lingkungan dari batu bara yang digunakan untuk pengolahan mineral.
Melalui Badan Pembangunan Internasional AS, kami bekerja sama dengan PLN untuk mendukung transisi PLN menuju jalur energi bersih dan mencapai target Net Zero Emissions, yang sangat penting dalam penerapan JETP.
Ia menyebut banyak hal yang telah dilakukan Amerika Serikat dan Indonesia, namun ini hanyalah permulaan. Masih banyak lagi yang bisa kita lakukan saat ini dan sejumlah peluang luar biasa yang kita hadapi di tahun 2024.
‘Bagi Amerika Serikat, tujuan kami tetap jelas: masa depan yang bersih dan sejahtera bagi Indonesia dan rakyat Indonesia,” kata Rebholz.
Terakhir, alasan ketiga kami ada di sini hari ini adalah tentang Indonesia. Kami hadir di sini untuk memuji kemajuan Indonesia dalam bidang energi bersih dan kepemimpinan Indonesia dalam masa depan energi bersih di Asia.
Dalam rencana kebijakan JETP, Indonesia menetapkan target iklim yang ambisius. Target-target ini termasuk mencapai net zero emissions di sektor ketenagalistrikan on-grid pada tahun 2050. Target-target tersebut termasuk mengurangi emisi CO2 sebesar 18 persen dan mencapai 44 persen energi terbarukan dari total pembangkitan energi pada tahun 2030.
“Saya memuji Indonesia atas ambisi ini. Tak satu pun dari tujuan ini yang mudah. Tidak ada yang bisa dicapai dengan menjalankan bisnis seperti biasa. Butuh inovasi, penuh risiko, dan kolaborasi,” kata Rebholz.
Kolaborasi berarti memastikan kita menghadirkan berbagai perspektif dan keahlian untuk mengatasi permasalahan rumit ini. Transisi energi memerlukan sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat lokal untuk tegas berani dan mendengarkan satu sama lain.
Dan komunitas lokal adalah hal yang penting. Karena seringkali masyarakat lokal menjadi pemangku kepentingan yang tidak terlibat. Merekalah yang saat ini bekerja keras di komunitasnya di Sulawesi Selatan, atau Sumba, atau Jawa Timur.
Mereka mungkin tidak memiliki perwakilan di konferensi-konferensi seperti ini. Namun mereka adalah bagian penting dari percakapan ini. Dan suara mereka penting.
Jadi hal ini membawa saya pada sebuah nilai yang ingin saya lihat sebagai landasan dari semua upaya yang telah saya bicarakan pagi ini: keadilan dalam transisi energi.
Keadilan energi berarti seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan manfaat dari transisi energi—baik itu pasokan energi maupun keterjangkauan energi.
“Saya memuji pemerintah Indonesia yang berhasil mencapai tingkat elektrifikasi luar biasa di seluruh negeri. Mari kita pastikan bahwa masyarakat di seluruh Indonesia tidak hanya memiliki akses ke listrik namun juga dihasilkan oleh energi bersih yang tidak membahayakan air yang mereka minum dan udara yang mereka hirup,” ujarnya.
Keadilan energi berarti masyarakat Indonesia menikmati dan menggunakan teknologi masa depan—bukan menanggung akibat orang lain.
Ketika kendaraan listrik dibuat di Indonesia, kendaraan tersebut harus menggunakan energi bersih. Jika panel surya diproduksi di Indonesia, maka harus menggunakan energi bersih.
Indonesia tidak boleh menderita akibat pembakaran batu bara untuk membuat panel surya atau kendaraan listrik yang dapat dinikmati seluruh dunia.
Keadilan energi berarti masyarakat lokal mempunyai peran penting dalam pemanfaatan sumber daya mereka. Mereka harus menjadi pemangku kepentingan utama yang diajak berkonsultasi untuk setiap proyek energi besar.
Kami telah bergulat dengan beberapa permasalahan yang sama di Amerika Serikat. Kami berjanji untuk berbagi pengalaman ini dan memastikan kemitraan kami dengan pemerintah Indonesia berakar pada prinsip-prinsip kesetaraan dan transisi yang “just” (adil).
Just adalah huruf “J” pada singkatan JETP. Dan ada alasan mengapa hal ini menjadi kata pertama dalam Kemitraan Transisi Energi yang Adil. Penting bagi kita untuk menjaga nilai tersebut sebagai inti dari upaya kita.
Yang tidak kalah pentingnya adalah “p” —partnership (kemitraan). Kita tidak bisa melakukan pekerjaan ini sendirian. Itulah mengapa sangat menyenangkan bisa berada di sini hari ini.
Karena kita hanya bisa berkembang jika kita bekerja sama dalam mengatasi permasalahan yang melintasi batas-batas tradisional yang telah lama memecah belah masyarakat. Kami berharap dapat bekerja sama dengan erat untuk mencapai tujuan bersama ini.
“Mari kita rayakan hal-hal yang menyatukan kita saat ini—program EDGE dan para mitranya, kemitraan AS-Indonesia, dan masa depan energi bersih di Indonesia,” tutupnya. (wie)