JAKARTA (Berita): DPD RI menyoroti beberapa permasalahan terkait Rancangan Undang undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ( RUU RPJPN) 2025-2045.
Antara lain, Indonesia masih terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle-income trap country) yang ditandai tingkat kemiskinan, dan adanya tantangan berupa pergeseran demografi.
“Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, Komite IV DPD RI, memandang perlu untuk melakukan rapat kerja dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas dengan maksud dan tujuan mendapatkan informasi mengenai tantangan global, nasional, dan lokal dalam perumusan dan pembahasan Rancangan Akhir RPJPN 2025-2045,” ujar Ketua Komite IV DPD RI KH. Amang Syafruddin, Lc.
KH. Amang menyampaikan pandangan dan pendapat DPD RI terkait dengan RUU RPJPN 2025-2045, bertempat di Ruangan Rapat Sriwijaya, Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/7/2024).
Lebih lanjut KH. Amang Syafruddin, Lc. juga menyampaikan dalam rapat kerja ini Komite IV DPD RI juga memberikan masukan dan saran mengenai perencanaan pembangunan agar lebih sesuai dengan aspirasi kebutuhan daerah, serta karakteristik masing-masing daerah.
Menteri PPN/Bappenas Republik Indonesia, Suharso Monoarfa menyampaikan bahwa norma yang diatur dalam rancangan undang-undang ini disusun untuk mensinkronkan RPJPN dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), hal itu dimuat dalam RUU RPJPN 2025-2045.
“RUU ini diamanahkan kepada Bappenas sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,” kata Suharso Monoarfa.
Lebih jauh, Suharso Monoarfa menyampaikan bahwa RPJPN 2005-2025 akan berakhir Desember 2024, sehingga dibutuhkan undang-undang baru sebagai panduan bagi bangsa Indonesia dalam rangka menjalankan pembangunan sebagai perintah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang isinya mengenai visi nasional jangka panjang.
“Visi nasional tersebut harus memiliki landasan dan tindakan dalam frame waktu tertentu, dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maka diosebut RPJPN diturunkan dalam RPJPM setiap 5 tahun.
Visi ini untuk melanjutkan pembangunan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, siapapun yang menjalankan pembangunan di tanah air mengacu pada RPJPN ini,” tutur Suharso Monoarfa.
Dalam rapat kerja tersebut, Senator Amirul Tamim menyampaikan bahwa RPJPN 2025-2045 ini akan menjadi panduan dalam pembangunan.
“Pertama, yang menjadi pertanyaan bagaimana setelah RUU ini ditetapkan sebagai undang-undang apakah akan mengikat semua pihak dalam melaksanakan pembangunan ? Karena, jika dilihat dari RPJPN 2005-2025, tidak memuat pemindahan Ibu Kota Negara contohnya, tapi pemerintah melakukannya,” tanya anggota DPR RI periode 2014-2019 tersebut.
Sementara anggota DPD RI Evi Zainal Abidin, menyoroti persoalan pendidikan, dimana 10 tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo diterapkan sistem zonasi untuk masuk sekolah. Kebijakan tersebut sangat baik, namun implementasi di daerah masih jauh dari harapan.
“Kita berharap 20 tahun mendatang terjadi akselerasi fasilitas lembaga pendidikan sehingga fasilitas pendidikan bisa terpenuhi, sistem zonasi ini perlu didukung dengan fasilitas di semua daerah,” ucap Evi.
Sementara itu, Senator Riri Damayanti John Latief mengapresiasi pemerintah yang sudah merencanakan program transformasi Indonesia.
Terkait dengan transformasi sosial khususnya soal layanan kesehatan primer dan stunting, menurutnya, hampir seluruh Kementerian/Lembaga di tingkat pusat atau lembaga-lembaga di tingkat daerah memiliki program pencegahan stunting.
Namun dia mempertanyakan apakah ada upaya kontrol terhadap program-program yang banyak di berbagai Kementerian/Lembaga di tingkat pusat dan lembaga-lembaga di tingkat daerah tersebut.
Sedangkan Senator Maya Rumantir menambahkan terkait transformasi Indonesia yang sudah direncanakan pemerintah untuk menuju Indonesia Emas 2045, dia menilainya merupakan adalah langkah positif.
“Hal yang paling penting untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 ini adalah menyiapkan generasi emas sebagai sumber daya untuk mengisi pembangunan Indonesia ini,”tukasnya.
Anggota DPD RI Yustina Ismiati pun mengingatkan bahwa stunting membutuhkan perhatian serius, tidak hanya oleh pemerintah pusat akan tetapi juga semua pihak.
“Terkait penanganan stunting hal tersebut dimulai dari usia pra nikah, tidak hanya pada anak-anak,” tandasnya. (aya)