JAKARTA (Berita): Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono menilai Netflix paling getol mempromosikan ideologinya tentang LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender).
Penilaian terhadap layanan streaming tontonan disampaikan Dave dalam diskusi Forum Legislasi dengan, ‘Menuju Era Baru, RUU Penyiaran Perlu Ikuti Kemajuan Teknologi’, di Jakarta Selasa (19/3).
Politisi Fraksi Partai Golkar itu melihat semakin banyaknya layanan streaming sementara revisi UU Penyiaran tahun 2002 lalu mau direvisi sejak tahun 2011 atau 2012 sampai hari ini nggak kelar-kelar.
Teknisnya ini revisinya aja,
sementara periode DPR RI sudah tinggal berapa bulan lagi. Sedangkan periode yang lalu revisi UU Penyiaran ini sempat jadi tarik-tarikan cukup kencang.
“Streaming service juga sudah semakin banyak perform-nya. Nah ini justru yang harus diatur dengan baik apakah itu streaming service seperti channel-channel HBO, sejumlah layanan video yang Indonesia.
Kalau yang luar ada HBO ada Disney ada Mola ada netflix yang paling awal. Belum lagi layanan-layanan service social media yang menyiarkan video-video apakah kayak Instagram Tik tok terus juga YouTube.
Ini semua pengaturannya tidak ada baik apakah itu sensornya ataupun juga apa namanya pelayanan kontennya. Karena sebenarnya ini penting di pemerintah itu harus memiliki otoritas kedaulatan terhadap pelayanannya tersebut,”ungkap Dave.
“Kenapa contoh aja netflix. Netflix itu paling getol ya , gebar-gebarkan atau mempromosikan ideologinya mereka tentang LGBT.
Coba lihat tuh semua film-film netflix, kalau yang 13 tahun keatas pasti ada minimal 1 karakternya yang LGBT.
Memang kalau dari negara barat ya ini adalah hak pribadi mereka. Akan tetapi kan tidak sesuai dengan karakter bangsa kita.
Tidak sesuai dengan ideologi dan juga pemahaman Indonesia. Nah kalau tidak memiliki aturan atau tidak memiliki payung hukum dan juga tidak memiliki kedaulatan yang di mana kita bisa melakukan pendidikan kepada anak-anak kita melakukan kontrol terhadap yang disajikan kepada anak-anak,”ujar Dave lagi.
Dave Laksono mengingatkan, bangsa jangan sampai dengan bebasnya informasi yang tersiar di seluruh media akan semakin distorsi pemahaman dan pengertian tentang kenusantaraan ideologi bangsa kita.
Begitupun norma-norma hukum dan juga aturan-aturan dalam undang-undang kalau tidak disertai dengan pemahaman disertai dengan aparat yang melaksanakannya, perangkat undang-undang itu tidak akan terlaksana dengan baik.
“Jadi perlu semua pihak untuk bekerja sama baik dari masyarakatnya bisa melakukan auto filtering juga perangkat hukumnya yang tersedia.
Kesadaran para konten kreator dan juga para penyedia dan juga pemerintahnya untuk melakukan penegakan agar kita tetap memiliki kewibawaan.
Pemerintah juga memiliki kewibawaan atas informasi yang disajikan kepada masyarakat yang mendapatkan pendidikan,”demikian Dave Laksono.(rms)