MEDAN (Berita): Panitia Khusus (Pansus) Peraturan Daerah (Perda) No1. Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DPRD Kota Medan dinilai ceroboh dan tidak melakukan pembahasan Perda secara mendetail, pasal demi pasal, sehingga akhirnya menyetujui kenaikan tarif retribusi sampah Kota Medan hingga 500 persen.
“Kenaikan retribusi sampah tersebut tidak akan terjadi apabila Pansus DPRD Kota Medan yang membahas Perda No.1/2024 tidak ceroboh dan melakukan pembahasan perda secara mendetail, pasal demi pasal,” ujar Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Medan, Dedy Aksyari Nasution (foto), Minggu (19/5/2024).
Menurutnya, kenaikan retribusi sampah di Kota Medan sangat memberatkan wajib retribusi sampah (WRS), sehingga menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat.
“Kita menyayangkan kinerja Ketua Pansus Perda No.1 Tahun 2024, Afif Abdillah yang dinilainya tidak membahas perda tersebut secara seksama, sehingga merugikan masyarakat luas,” ucapnya.
Sebab, lanjut politisi Gerindra ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menaikkan retribusi sampah itu berdasarkan Perda No.1/2024. Kalau saja Ketua Pansus memastikan perda ini dibahas secara seksama pasal per pasal, tidak mungkin tarif retribusi sampah bisa naik sampai 500 persen seperti saat ini.
Menurut Dedy, kesalahan Afif sebagai Ketua Pansus semakin terlihat tatkala Afif ingin merevisi perda yang ia lahirkan bersama pansus yang dipimpinnya.
“Padahal apabila sebagai Ketua Pansus perda tersebut Afif Abdilah cermat dan teliti membahas dan mengupas pasal per pasal, tentu tidak perlu ada revisi. Tapi sekarang Afif sendiri yang meminta agar perda itu direvisi, setelah melihat masyarakat yang menjadi korban,” katanya.
Dijelaskan Dedy, dirinya tidak pernah menolak untuk merevisi perda No.1/2024. Apalagi, tujuan merevisi perda tersebut adalah untuk kepentingan masyarakat luas. Akan tetapi, sambung Dedy, perlu diketahui bahwa ada tiga poin yang membuat sebuah perda dapat direvisi.
Pertama, untuk mengikuti perkembangan peraturan-peraturan pemerintah yang ada (regulasi dari pemerintah), bukan karena kealpaan dalam pembahasan. Kedua, perda dapat direvisi ketika telah berusia lima tahun. Dan ketiga, perda dapat direvisi apabila terjadi dinamika yang di tengah-tengah masyarakat.
“Jadi perda yang saat ini mau direvisi karena poin ketiga, yaitu disebabkan dinamika yang terjadi di masyarakat. Kenapa dinamika itu bisa terjadi? karena kealpaan dalam pembahasan. Ini bukti ketua pansus tidak cermat saat melakukan pembahasan perda,” tegas Anggota Komisi IV itu.
Kedepan, lanjut Dedy, dirinya berharap agar setiap Pansus di DPRD Kota Medan dapat bekerja maksimal saat melakukan pembahasan. Diharapkan, setiap Ketua Pansus dapat mengupas tuntas setiap pasal per pasal yang ada di dalam perda yang sedang dibahas.
“Wakil rakyat itu ada untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat, bukan justru membuat rakyatnya sengsara. Silakan revisi perda apabila itu untuk kepentingan rakyat. Tapi jangan sibuk merevisi saja, sibuklah saat melakukan pembahasan sebelum pengesahan. Itu lebih baik, jadi rakyat tidak sempat sengsara atas kesalahan wakil rakyatnya,” pungkasnya. (MZ)