10 Agustus, 47 Tahun Pasar Modal Indonesia

  • Bagikan

MEDAN (Berita): Selain HUT Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), bulan Agustus juga menjadi bulan yang spesial bagi pasar modal Indonesia. Pada bulan merah putih ini, tepatnya 10 Agustus 2024, pasar modal Indonesia genap berusia 47 tahun.

“Banyak peristiwa yang menjadi milestone perkembangan pasar modal Tanah Air selama lebih dari empat setengah dekade,” ungkap Muhammad Pintor Nasution, Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Minggu (11/8/2024).

Pintor menyebut penetapan tanggal 10 Agustus sebetulnya bukan periode awal lahirnya pasar modal. Namun mengacu pada hari ketika PT Semen Cibinong mencatatkan saham (go public) sebagai perusahaan tercatat pertama di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada 10 Agustus 1977. Saat ini Semen Cibinong berubah nama menjadi PT Holcim Indonesia Tbk dan BEJ mengganti nama menjadi PT Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pasar modal Indonesia beroperasi pertama kali di masa Kolonial Belanda dan diresmikan pada bulan Desember 1912. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak aktif serta mengalami beberapa kali vakum karena berbagai peristiwa di masa itu, seperti Perang Dunia I dan II, lalu berlanjut Perang Kemerdekaan RI dan perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia.

“Masa-masa awal kemerdekaan juga membuat pasar modal Indonesia tidak terkelola dengan semestinya,” ungkapnya.

Pada periode tahun 1924-1942, sempat beroperasi tiga bursa, yaitu Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan Bursa Efek Semarang. Hingga mulai dari tahun 1956, aktivitas di semua Bursa Efek di Indonesia pun vakum.

Meskipun Republik Indonesia mulai memasuki masa Pembangunan pada periode Orde Baru pada tahun 1965. Namun, awal dekade pertama pada dua Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), pemerintah masih berfokus pada Pembangunan fisik, belum terlalu fokus pada pengembangan pasar modal.

Pemerintah Republik Indonesia baru mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Keluarnya Paket Desember 1987 yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk menawarkan saham kepada investor, membuat pasar modal mulai bertumbuh.

Pada 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai dioperasikan oleh pihak swasta. Periode selanjutnya 1988 – 1990 yaitu periode keluarnya Paket Deregulasi di bidang perbankan dan pasar modal. Pada fase ini, pintu akses untuk menjadi pelaku pasar di bursa efek Indonesia terbuka untuk asing, yang membuat aktivitas perdagangan di pasar modal meningkat.

Momentum berikutnya adalah swastanisasi Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada 13 Juli 1992, sekaligus perubahan nama dan ruang lingkup regulator menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Tanggal ini diperangati sebagai HUT BEJ yang saat ini menjadi BEI. Pada 21 Desember 1993 didirikan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

Memasuki era pasar komputerisasi, pada 22 Mei 1995, diluncurkan system perdagangan otomatisasi di BEI yang diberinama Jakarta Automated Trading System (JATS). Pada tahun yang sama, Bursa Pararel Indonesia (BPI) merger dengan BES.

Setahun kemudian pada 6 Agustus 1966, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) berdiri untuk menjalankan fungsi sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP). Disusul berdiri Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) yaitu PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada 23 Desember 1997.

Momentum yang cukup fenomenal berikutnya adalah ketika dimulai era scripless trading, atau era perdagangan tanpa warkat pada 21 Juli 2000. Dilanjutkan era sistem perdagangan jarak jauh (remote trading) pada 28 Maret 2002. Pada 2 September 2002, penyelesaian transaksi perdagangan yang semula T+4 berubah menjadi T+3 atau lebih cepat, menyesuaikan dengan perkembangan di bursa-bursa global.

Babak selanjutnya, pada 30 November 2007 inisiatif besar terealisasi, yaitu penggabungan BES dan BEJ menjadi PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejak saat ini, hanya ada satu bursa efek swasta di Indonesia. Pada Januari 2012, pengawasan pasar modal juga berubah dari Bapepam menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada tahun yang sama, dibentuk Securities Investor Protection Fund (SIPF) serta peluncuran prinsip syariah dan dimulainya mekanisme perdagangan syariah.

Pada 12 November 2015 BEI meluncurkan kampanye “Yuk Nabung Saham” yang diikuti dengan peluncuran Indeks LQ45 Futures. Tahun berikutnya pada 18 April 2016, IDX Channel diluncurkan untuk melengkapi aktivitas sosialisasi dan edukasi pasar modal. Pada bulan Desember 2016 didirikan PT Pendanaan Efek Indonesia.

BEI kembali mempercepat waktu penyelesaian transaksi dari T+3 menjadi T+2 pada 26 November 2018. Pada 16 Juni 2019, BEI mendapatkan predikat Best Companies to Work for Asia, dan meraih The Best Islamic Capital Market GIFA Awards pada tahun yang sama. Pada 7 Oktober 2019, BEI meluncurkan Papan Akselerasi untuk memberikan kesempatan bagi perusahaan rintisan untuk masuk bursa.

Pada tahun 2021, BEI melakukan pengembangan e-IPO tahap II dan kembali mendapatkan predikat The Best Islamic Capital Matket GIFA Awards. Untuk menggantikan kampanye Yuk Nabung Saham, pada 10 Agustus Tahun 2023 di HUT Pasar Modal tahun lalu, BEI bersama KPEI dan KSEI meluncurkan kampanye “Aku Investor Saham”. Kemudian pada 26 September 2023 diluncurkan Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon.

Akhirnya, pada HUT ke-47 tahun ini, pasar modal mengangkat tema, “Terpercaya, Inovatif, Menuju Indonesia Emas.” Dengan logo berwarna gradasi merah jingga, hijau tosca biru dan simbol geometrik segitiga pada angka 47, perayaan 47 tahun diaktifkannya kembali pasar modal ini merefleksikan semangat pasar modal yang semakin bertumbuh serta terus berkembang secara tegas dan teratur. (wie)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *