MEDAN (Berita): Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menilai peranan media sangat strategis membantu menyampaikan informasi dan pengawasan terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak.
“Peranan informasi dari media mampu menembus wilayah yang tak mampu ditembus Bawaslu hingga ke pelosok daerah di Sumut,” ungkap Koordinator Hubungan Masyarakat dan Data Informasi Bawaslu Sumut, Saut Boangmanalu ketika membuka Forum Group Discution (FGD) di Hotel Grandhika Jalan Dr Mansyur Medan Sunggal, Rabu (28/8/2024).
Kegiatan bertema penguatan peran media pemberitaan dalam pengawasan pemilihan 2024 itu diikuti sejumlah jurnalis dari berbagai media.
Tampil sebagai narasumber dalam kegiatan itu jurnalis senior Waspada Sofyan Harahap, Sekretaris Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumut Erie Prasetyo, dan
jurnalis Tribun Medan Truly Okto Purba.
Saut Boangmanalu dalam FGD itu mengajak awak media melakukan diskusi dan sharing.
“Saya mengajak para insan pers berperan dan bekerja sama, kolaborasi dengan Bawaslu dalam pengawasan tersebut. Peranan itu bisa sebagai pengawas partisipatif, pemantau pemilihan juga memberikan edukasi kepada masyarakat terkait aturan pemilihan yang boleh dilakukan dan tidak boleh agar perhelatan serentak ini berjalan sesuai aturannya jujur, adil dan transparan,” tuturnya.
Menurutnya, Bawaslu sendiri sebagaimana diamanatkan UU Pemilu memiliki tugas untuk mengawasi seluruh tahapan proses penyelenggaraan pemilu dan pilkada.
Dijelaskan Saut Boangmanalu, sebagai pilar keempat demokrasi, media diharapkan juga memberikan informasi terkait aturan serta perkembangan perhalatan pilkada serentak 2024 ini.
Informasi itu, sebutnya, seperti memberitakan perkembangan dan aturan dari KPU ataupun Bawaslu karena media lebih efektif menyampaikan hal tersebut.
Mengenai ASN yang harus netral dalam pemilihan 2024 ini, dia juga mengharapkan pada media agar sama- sama mengawasinya.
“ASN yang melanggar aturan bisa dipublikasikan dengan data yang lengkap. Bawaslu juga berhak menilai jika ASN diduga melanggar netralitas tersebut. Namun tidak berarti Bawaslu dapat menindakmenindaknya karena ada pejabat terkait yang berwenang untuk itu,” sebutnya.
Dijelaskannya, Bawaslu berwenang merekomendasikan pelanggaran netralitas ASN, berdasarkan laporan dari masyarakat setelah melakukan kajian terhadap prlanggaran yang dilakulannya.
Karena itu Saut Boangmanalu berharap peran serta media untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat, sehingga informasi itu mampu mengedukasi. Dengan demikian
bisa meminimalisir terjadinya pelanggaran pada pilkada di tengah masyarakat.
Sementara itu jurnalis senior Waspada Sofyan Harahap menyoroti perlunya media independen dalam melakukan liputan prmilu maupun pilkada.
Menurutnya perusahaan media itu perlu membuat “Fire Wall’ atau dinding pemisah dengan perangkat-perangkat di Pilkada agar media tidak terkontaminasi dengan hal yang merusak independensi pers.
Diakuinya, kebebasan pers saat ini tidak terlepas dari situasi dan kepentingan politik di negara tersebut. Bahkan tak bisa dipungkiri ketika politik menjadi “panglima”, maka kebebasan pers cenderung dikendalikan rezim yang berkuasa.
Demikian juga kebebasan pers “terbelenggu” akibat industrilisasi media massa.
Menurutnya perusahaan pers membutuhkan pembiayaan untuk operasionalnya. Karena itu perusahaan tidak bisa menampik ketidak netralan dalam pemberitaan yang memihak kepada salah seorang kandidat peserta kontestan pemilu atau pilkada, apalagi jika berkaitan dengan dana.
Dia menegaskan, sikap profesionalisme seorang wartawan dituntut netral dan objektif dalam pemberitaan pemilu. Namun di satu sisi terbatas dengan kebijakan perusahaan yang lebih mengutamakan keberpihakan karena faktor kebutuhan biaya operasional perusahaan.
“Jadi itu terpulang sikap wartawan tersebut, apakah dia butuh kerja atau tuntutan keprofesionalismenya,” ungkap Sofyan seraya menyebutkan kondisi seperti itu sudah berlangsung lama.
Demikian juga Erie Prasetyo menyampaikan pengalamannya dalam peliputan dan pemberitaan pemilu yang menuntut progesionalismenya sebagai wartawan.
Menurutnya jika masyarakat cenderung mengkonsumsi berita pilkada dari banyak platform, tanpa melihat akurasi platform tersebut bisa berdampak buruk pada pengetahuan pendidikan politik.
“Tentunya kesadaran politiknya tidak akan muncul. Sehingga tingkat partisipatif politiknya menjadi rendah,” sebut Erie.
Sedangkan penyaji lainnya
Truly Okto Purba menyebutkan media dalam pemilihan serentak berperan sebagai saluran informasi, pemantauan dan pelaporan, pencegahan hoaks dan menjadi ruang diskusi bagi publik.
FGD tersebut menjadi kian menarik dengan dilibatkannya para peserta tanya jawab dan diskusi dengan para penyaji dan
Koordinator Hubungan Masyarakat dan Data Informasi Bawaslu Sumut, Saut Boangmanalu yang dipandu Priey Hasugian. (aje)