YARA Gugat PT Organik Semesta Subur Rp2 Triliun Ke Pengadilan

  • Bagikan
Berita Sore/M Zaelani Sidik Kaya Alim, perwakilan YARA resmi mendaftarkan gugatan PT. OSS ke Pengadilan Negeri Singkil atas dugaan ijin tambang di Pemko Subulussalam Kamis (24/10/2024).

SUBULUSSALAM (Berita) : Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Subulussalam mengajukan gugatan terhadap PT Organik Semesta Subur (PT.OSS) untuk membayar ganti rugi sebesar Rp2 triliun lebih ke Pengadilan Negeri Singkil.

Gugatan tersebut didaftarkan melalui e court oleh Kaya Alim dan kawan-kawan selaku Kuasa Hukum Edi Sahputra Bako. “Ya, hari ini gugatan telah kami daftarkan ke Pengadilan Negeri Singkil,” ungkap Kaya Alim kepada wartawan Kamis, (24/10/2024).

Menurut Kaya Alim, alasan mereka melakukan gugatan, karena PT OSS telah diberi perizinan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Aceh (DPMPTSPA) melalui Surat Keputusan nomor: 545/DPMPTSP/2613/IUP-OP.2018 tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Komunitas Bijih Besi dan Mineral Ikutan kepada PT Organik Semesta Subur, seluas 990 hektar.

Namun, sejak rentang waktu diberikannya Izin Pertambangan tersebut oleh Pemerintah Aceh tahun 2018 sampai dengan saat ini, PT OSS tidak melakukan aktivitas eksplorasi maupun eksploitasi sebagaimana tujuan dari diberikannya Izin tersebut kepada PT OSS oleh Pemerintah Aceh.

“PT OSS ini sebelumnya mengajukan permohonan Izin Usaha Pertambangan kepada Pemerintah Aceh, setelah diberikan izinnya, ternyata tidak melakukan penambangan, sejak tahun 2018 sampai dengan dicabut izinnya tahun lalu”, Kata Kaya Alim

Kemudian, Izin Pertambangan tersebut dicabut kembali dengan surat Keputusan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Aceh Nomor 540/03/2023 tentang Pencabutan Keputusan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Aceh Nomor 545/DPMPTSP/2613/IUP-OP.2018 tentang Pemberian Izin Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Komunitas Bijih Besi dan Mineral Ikutan Kepada PT Organis Semesta Subur.

Karena tidak dilakukan penambangan sejak tahun 2018 sesuai dengan Izin yang diberikan, kemudian Pemerintah Aceh mencabut Izin Pertambangan PT OSS tersebut pada tahun 2023. Selain dicabut izinnya juga dibebankan beberapa kewajiban lain yang harus dipenuhi seperti, menyelesaikan tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai batas berakhirnya Izin kepada Negara dan/atau Daerah sepanjang belum diselesaikan kepada Pemerintah Aceh,

Ditambah menyelesaikan masalah yang terkait dengan Ketenagakerjaan pada Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Aceh, menyelesaikan masalah fasilitas terhutang atas pengimporan mesin dan/atau peralatan yang dimaksud dan/atau peralatan yang dimaksud dan atau menyelesaikan seluruh kewajiban yang belum dilaksanakan sebelum dan setelah pencabutan Izin Usaha Pertambangan kepada Pemerintah Aceh.

PT OSS sampai saat ini belum melaksanakan kewajibannya kepada Pemerintah Aceh, dan tindakan PT OSS yang tidak melakukan proses penambangan sejak izin diberikan juga telah merugikan, kata Edi Sahputra selaku warga Kota Subulussalam.

Jika bekerja pada perusahaan tersebut dengan gaji rata- rata Rp3 juta/bulan saja maka, sejak tahun 2018 sampai dengan saat ini diperkirakan kehilangan sekitar Rp 216 juta.

Selain itu, dengan tidak oprasionalnya PT. OSS juga merugikan daerah Kota Subulussalam yang seharusnya dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Masyarakat Subulussalam juga kehilangan kesempatan bekerja yang seharusnya bisa menyerap tenaga kerja dan hilangnya ketertersediaan lapangan usaha bagi masyarakat sekitar tambang dengan perputaran modal pada investasi pertambangan.

Juga kehilangan kesempatan masyarakat mendapatkan dukungan dana Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Hidup (TJSLH) akibat tidak operasionalnya perusahaan tersebut, yang semuanya diperkirakan mencapai Rp2 triliun.

Kata Alim menambahkan lagi, setelah dicabut izinnya, PT OSS belum juga melaksanakan kewajibannya, padahal jika dihitung kerugian yang ditimbulkan akibat tidak operasionalnya mereka, dalam satu orang yang bekerja bisa mendapatkan Rp216 juta, belum lagi kalau dihitung Subulussalam kehilangan PAD nya.

Atas perkiraan tersebut, YARA meminta Pengadilan menghukum PT OSS untuk membayar kalkulasi kerugian yang diperkirakan sebesar Rp 216 juta untuk satu orang

Dan 2 triliun untuk kerugian publik yang mencakup potensi kehilangan PAD, kehilangan kesempatan kerja dan usaha masyarakat Subulussalam, dan kesempatan mendapatkan dukungan dana Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Hidup (TJSLH) dari perusahaan tertambangan tersebut jika oprasional jelasnya.

“Memerintahkan kepada Tergugat untuk membayarkan kerugian materil kepada Penggugat sebesar Rp216 juta dan inmaterial kepada masyarakat Subulussalam yang kehilangan akibat tidak operasionalnya Perusahaan tersebut,” kata Alim.

“Kami minta dibayarkan ke Baitulmal Kota Subulussalam, untuk dikelola sebagai dana Pemberdayaan Ekonomi masyarakat,” katanya dalam gugatan tersebut yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Singkil tukas Kaya Alim. (zel)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *