Saat pandemi masih menggerogoti kehidupan rakyat kebanyakan, khususnya rakyat di lapisan menengah ke bawah, para elite partai di republik ini sudah heboh menggadang-gadang calon yang bakal diusung pada Pemilu 2024 nanti.
Seakan pandemi bakal berlalu begitu saja tanpa harus digubris atau campur tangan mereka untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat papan bawah yang belakangan semakin terpuruk.
Para elite partai dan para petinggi di negeri ini adalah kumpulan manusia yang di masa pandemik ini menikmati hidup yang lebih menguntungkan karena mereka berada di zona nyaman yang sepak terjang kesehariannya dijamin aman oleh konstitusi.
Itulah sebabnya dalam kehidupan sehari-hari bangsa ini, sangat minim dan bahkan tak terasakan sama sekali kehadiran para petinggi partai (pusat) di medan pertempuran rakyat kebanyakan yang sibuk bertahan melawan serangan Covid-19.
Kalau toh ada satu dua yang muncul di lapangan pertempuran rakyat melawan serangan Covid-19, kebanyakan mereka itu adalah para mantan aktivis.
Namun kehadiran mereka ini jelas sekali tidak memperlihatkan gerak yang mewakili alur ‘policy’ kebijakan partainya.
Mereka hadir ke tengah masyarakat lebih merupakan aktivitas individu yang sadar akan tugas dan kewajiban moral-intelektualnya. Bukan kesatuan gerak yang merupakan manifestasi dari garis komando partai.
Yah, kalau toh mayoritas dari mereka lebih memilih untuk menikmati seluruh fasilitas sosial politik ekonomi yang tersedia di zona nyaman kehidupan mereka di masa pandemik ini, sangat bisa dimengerti.
Bahkan bisa tergolong sikap hidup yang sangat manusiawi. Tentunya dalam ukuran manusia dengan kualitas kebudayaan yang rendah dan berpotensi besar sebagai kelompok manusia penyandang liabilitas tinggi untuk kehidupan bangsa ini ke depan.
Karena mereka adalah kumpulan manusia yang telah mati rasa, pikiran, dan yang telah menjadikan gaya hidup hedonis sebagai tujuan.
Peduli setan dengan cita-cita revolusi bangsanya. Bergabung dan berada dalam sirkel para penegak dan penikmat bangunan Oligarki adalah fatsun politik yang tertanam cukup dalam dan meroyan dalam mental dan benak pikirannya.
Rakyat semakin mengerti bagaimana kenyamanan itu begitu nikmat diberikan oleh sistem yang terbangun dan dibangun oleh para pengambil kebijakan politik-ekonomi di negeri ini.
Para petinggi partai dan pemerintah telah dengan sadar menyelenggarakan kenyamanan ini sebagaimana yang rakyat dengar langsung dari pengakuan seorang anggota DPR terhormat, artis cantik, Krisdayanti.
Berjuta mulut rakyat yang tengah menahan lapar dan dahaga seraya sontak kagum berdecak sambil meneteskan liur karena membayangkan bagaimana hidangan makan pagi, siang, dan malam dapat mereka selenggarakan sempurna dan ekstra luar biasa, dengan penghasilan yang sefantastik diperoleh sang anggota DPR terhormat, si cantik, Krisdayanti.
Tidak mengherankan bila para petinggi partai belakangan lebih sibuk usreg mempersiapkan siapa calon untuk diusung pada Pemilu 2024 nanti.
Tidak peduli pemilu masih jauh, tapi ketakutan kehilangan zona nyaman telah membuat seakan pemilu sudah bakal terjadi beberapa bulan ke depan.
Ke’usreg’an mereka ini tentu tidak lepas dari upaya bersama mempertahankan bangunan kekuasaan kaum Oligark yang dirasakan telah memberi kenyamanan hidup bagi mereka.
Para petinggi di putaran kehidupan para Oligark ini tentunya lebih merasa nyaman bila dirinya atau salah satu dari keluarganya yang didorong untuk maju sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden mewakili partai miliknya pada Pilpres 2024. Dengan demikian kelanggengan kekuasaan kaum Oligark pun terjamin 100%.
Maka wajar bila seluruh rakyat bangsa ini digiring untuk hanya berpikir dan menyoal masalah 2024 sebatas kesibukan memilih figur A,B,C,D yang sepenuhnya berorientasi pada PERGANTIAN, bukan PERUBAHAN.
Karena terbukti, dengan rakyat disibukkan dengan orientasi pergantian pada saat jelang Pemilu, para pemimpin kaum Oligark berhasil bercokol semakin kokoh menguasai seluruh bangunan sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan dan pertahanan, bahkan bentuk dan jenis peradaban seperti apa pun yang harus diwujudkan pun bearada dalam genggaman tangan mereka.
Terbukti, sejak Reformasi telah terjadi sekian kali pergantian, namun perubahan mendasar sebagaimana cita-cita Reformasi, dan apalagi cita-cita Revolusi Indonesia, tak pernah tercapai dan terwujud . Pergantian berkali-kali terjadi, tapi yang tak pernah terjadi justru perubahan yang diharapkan.
Perubahan yang menjamin terjadinya distribusi pendapatan yang berkeadilan; Perubahan yang menempatkan kedaulatan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi; Perubahan yang tidak membiarkan 1% warga menguasai hampir seluruh kekayaan negeri ini;
Perubahan yang menjamin dan mampu mewujudkan bahwa seluruh kekayaan yang terpendam di perut bumi negeri ini diperuntukkan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk segelintir manusia yang kaya raya oleh penganugerahan lisensi tambang-tambang oleh penguasa kepada mereka yang berkolusi dengan sempurna;
Perubahan yang menghadirkan pemimpinan nasional yang secara bersungguh-sungguh, terukur dan teruji benar melaksanakan amanat UUD’45, bukan dalam kehebohan pemberitaan di sangkar emas semata!
Dari paparan di atas, maka sudah saatnya lah seluruh komponen bangsa ini yang masih berkomitmen tinggi bahwa amanat UUD’45 merupakan kewajiban utama yang pertama kali harus dilaksanakan oleh setiap pemerintahan atau siapa pun Presidennya, lebih berorientasi pada PERUBAHAN ketimbang sebatas PERGANTIAN.
Tawaran ini cukup beralasan; PERGANTIAN 1000x pun dilakukan bila pijakan budaya, politik dan ekonomi bangsa ini masih seperti selama ini, hasilnya pastilah: SAMI MAWON.
Yang miskin bertambah miskin. Yang berkuasa makin berkuasa dan menggila dengan komunitas Oligarkinya.
Sementara Rakyat tetap menjadi obyek politik dan ekonomi yang semakin kehilangan hak-haknya karena tidak sebagaimana yang dijanjikan dan dijamin oleh amanat UUD’45.
Nah, pesan saya kepada para ‘usregis’ di lingkungan para pimpinan partai dan keluarga pemilik partai, ukur lah dulu ‘baju’mu. Bila tubuhmu terlalu kurus, berhentilah berkhayal akan pantas dan tampil prima menyandang baju yang sangat besar.
Bangsa ini sedang sangat membutuhkan a genuine leader, bukan a genuine clown ! Tentunya bukan pemimpin karbitan.
Kalau di masa Pandemik saja bisamu hanya menari-nari di sangkar emas, berhentilah bermimpi dan memaksakan diri ngotot menyihir rakyat dengan ribuan ‘papan iklan’: Pilihlah Aku ! Himbauan ini sekaligus mengingatkan untuk berhenti menyiksa masa depan bangsa ini secara berkelanjutan!
=Tentunya himbauan ini berlaku untuk siapa saja yang sangat berambisi tampil maju ke gelanggang 2024, tanpa mau mengukur ‘baju’.
Jangan sampai lebih besar pasak dari tiang; dan lebih besar libido kekuasaannya ketimbang malunya ! Pesan singkat saya; Pandemi first, Pemilu Pilpres later !!! (Watyutink.com )