JAKARTA (Berita): Per Februari 2020, coverage ratio Bank Tabungan Negara (BTN) mencapai lebih dari 100 persen, atau lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya 43,42 persen.
“Adanya PSAK 71 juga akan mendorong perseroan lebih prudent dalam pemberian kredit, sehingga kualitas kredit akan menjadi lebih baik,” kata Direktur Utama Bank BTN Tbk, Pahala N Mansury di Jakarta, Kamis sore.
Meskipun harus diakui, bahwa peningkatan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) menggerus laba BTN untuk tahun buku 2019, sehingga dalam RUPST ditetapkan laba bersih hanya sebesar Rp 209 miliar.
Dari laba tersebut yang dialokasikan untuk dividen sebesar 10 persen atau senilai Rp 20,92 miliar. Dengan nominal dividen per lembar saham sebesar Rp1,98, sementara laba per saham sebesar Rp19,76.
Sedangkan dari jumlah laba yang dialokasikan untuk dividen, yang akan disetor ke pemegang saham mayoritas atau Pemerintah sebesar Rp 12,55 miliar.
“Sementara 90 persen dari sisa laba bersih akan digunakan sebagai saldo laba ditahan. Karena tahun ini Perseroan menetapkan beberapa target kinerja,” ujar Pahala.
Target tersebut diantaranya yaitu peningkatan aset 6-8 persen, namun kredit dan pembiayaan tetap tumbuh sebesar 8-10% dengan penopang utama adalah kredit pemilikan rumah (KPR).
“Permintaan rumah masih cukup tinggi, dan hal ini didukung pemerintah yang akan menambah subsidi ke sektor perumahan dalam bentuk Subsidi Selisih Bunga,” terangnya.
Selain itu, pihaknya akan optimalkan KPR Non subsidi khususnya segmen milenial dan urban serta mengembangkan personal loan dengan penjualan produk secara bundling antara kredit dan tabungan.
Pahala menyambut baik inisiatif Pemerintah dalam memberikan stimulus, khususnya pada sektor perumahan di tengah perlambatan ekonomi nasional yang terdampak virus Covid-19 di Indonesia.
“Ini merupakan dukungan positif Pemerintah terhadap sektor perumahan yang berdampak pada 172 industri terkait pembangunan perumahan,” paparnya.
Melalui pemasaran produk bundling membuat Bank BTN menargetkan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan tumbuh 13-15 persen, didorong kenaikan porsi dana murah dari giro dan tabungan.
Tahun ini rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) ditargetkan membaik di kisaran 3,5 persen, dengan memperbaiki proses inisiasi kredit dan collection management system.
“Meskipun laba tahun lalu turun tajam, tapi tahun ini kami optimistis laba bisa menembus Rp2,5 triliun- Rp 3 triliun,” tandas Pahala.
Caranya, dengan menurunkan cost of fund atau biaya dana menjadi 5,27 persen dan mendorong fee based income tumbuh di atas 17 persen, dibandingkan tahun lalu.
“Program efesiensi terus kita optimalkan, kita juga akan mengupayakan penurunan biaya umum dan sebagainya,” ungkap Pahala. (Waspada.id)