Oleh : Suwardi Lubis
Menyajikan informasi yang lebih memberi harapan dan menyejukkan, kiranya dapat menjadi pertimbangan media massa. Membangun optimisme di tengah bencana yang tengah menerpa akan dapat memperkuat daya tahan masyarakat…
Sudah merupakan suatu kenyataan yang harus diterima oleh masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia bahwa pandemi Covid-19 telah menyebar ke berbagai wilayah. Pandemi ini masih diiringi oleh berbagai persoalan lainnya seperti krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan, krisis politik dan sebagainya.
Ada juga persoalan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia yang ingin mengubah dasar negara Pancasila dengan menghilangkan sila pertama dan utama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Padahal sila inilah yang telah menyatukan bangsa Indonesia dengan berbagai latar belakang dan segala perbedaannya. Ini juga masalah yang menggejala yang memiliki daya rusak yang besar.
Khusus di Sumatera Utara masih ditambah lagi persoalan erupsi gunung Sinabung yang merupakan permasalahan tersendiri yang harus ditangani. Dalam beberapa hari belakangan ini erupsi Sinabung telah menyebabkan berbagai tantangan untuk diselesaikan, seperti lahar dingin yang menyebabkan terputusnya jalur transportasi, di samping tentunya lahar panasnya yang telah menyebabkan berbagai hasil kebun petani menjadi rusak.
Di samping berbagai masalah yang muncul tersebut, masih ada pekerjaan rumah yaitu pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk beberapa daerah di Sumatera Utara. Perhelatan ini mau tak mau berdampak pada pelibatan masyarakat secara luas, juga tentunya anggaran yang besar yang kabarnya mencapai Rp20 triliun.
Dalam kondisi banyaknya permasalahan yang harus diselesaikan dengan baik oleh bangsa ini, suatu hal yang penting dilakukan adalah dengan mengedepankan komunikasi bencana. Komunikasi bencana dapat meminimalisir dampak yang terjadi, juga dapat mempercepat recovery, selain meningkatkan daya tahan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Arisandi & Umam (2019) menjelaskan bahwa komunikasi bencana adalah tindakan komunikasi lebih ditekankan untuk menyamakan persepsi, penyampaian arus informasi, pengelolaan informasi dan mengontrol informasi. Sesuai dengan metode manajemen bencana yang diproses dari sebelum adanya bencana sampai proses pasca bencana komunikasi bencana masih terus berlanjut.
Dijelaskan, bentuk manajemen komunikasi bencana yang dibutuhkan di Indonesia adalah komunikasi yang dilakukan sebelum (mitigasi bencana), saat (respons), dan sesudah (pemulihan). Hal ini dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen seperti masyarakat, kemudian pemerintah sebagai pemegang kepentingan utama dalam hal koordinasi, kemudian pihak lain yang dapat membantu melengkapi yaitu pihak swasta yang bisa diisi oleh berbagai LSM atau organisasi sejenis dan pihak media massa yang dapat membantu menyebarkan informasi lebih luas dan membantu pemerintah dalam mengatur informasi yang keluar dari wilayah bencana.
Sedangkan Setio Budi (2012) menekankan komunikasi bencana pada pendekatan sistem menjadi kunci penting dalam manajemen bencana, dan aspek komunikasi bencana menjadi hal yang juga signifikan. Menurutnya hal yang utama untuk aspek edukasi, komunikasi informasi selama peristiwa bencana dan pemulihan bencana.
Dalam kaitannya dengan pemberitaan media massa, Donna Asteria (2016) menekankan empati para jurnalis dalam menyajikan berita bencana. Berdasarkan kajian yang dilakukannya, dia menyarankan agar para jurnalis media massa dapat menerapkan pendekatan jurnalisme bencana dengan didasari empati untuk menghasilkan pemberitaan bencana yang tidak merugikan masyarakat. Empati kepada korban bencana diharapkan mampu membangun optimisme hidup korban bencana. Selain itu, jurnalisme warga atau citizen journalism perlu diperhatikan oleh pihak media massa karena dapat menjadi jembatan bagi khalayak untuk mengetahui informasi tanpa batasan dan dukungan pada media komunitas juga diperlukan untuk melengkapi informasi yang dapat diakses masyarakat melalui internet.
Dalam implementasi komunikasi bencana di era Covid-19 sekarang ini, penting sekali untuk mengedepankan empati dalam penyajian informasi yang terkait dengan Covid-19. Bahwa informasi tentang korban merupakan suatu yang penting, kita sepakati bersama, namun penyajiannya perlu mempertimbangkan berbagai hal.
Di antaranya adalah kondisi psikologis masyarakat. Karena tidak sedikit orang yang sudah merasa “ditakut-takuti” oleh informasi tentang Covid-19. Karena yang sering menjadi “berita besar” seringkali persoalan korban meninggal dunia, jumlah korban yang terus bertambah, bahkan menggambarkan penderitaan korban serta keluarga korban ketika protocol Covid-19 dilakukan.
Menyajikan informasi yang lebih memberi harapan dan menyejukkan, kiranya dapat menjadi pertimbangan media massa. Membangun optimisme di tengah bencana yang tengah menerpa akan dapat memperkuat daya tahan masyarakat dalam menghadapi bencana yang datang. Oleh karenanya informasi yang disampaikan sebaiknya merupakan bagian dari konsep memperkuat daya masyarakat menghadapi bencana tersebut.
Penulis adalah Guru Besar USU Dan STIK-P Medan.