MEDAN (Berita): Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan panduan perlakuan akuntansi terutama dalam penerapan PSAK 71-Instrumen Keuangan dan PSAK 68-Pengukuran Nilai Wajar.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik, Anto Prabowo dalam siaran persnya diterima Kamis (16/4) menyebut panduan ini dikeluarkan terkait dengan dampak pandemi Covid-19 yang telah menimbulkan ketidakpastian ekonomi global dan domestik serta secara signifikan memengaruhi pertimbangan (judgement) entitas dalam menyusun laporan keuangan.
Surat Edaran mengenai hal tersebut ditandatangani oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
Surat tersebut mengacu pada POJK No. 11/POJK.03/2020 serta panduan Dewan Standar Akuntansi Keuangan- Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) pada tanggal 2 April 2020 tentang Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Penerapan PSAK 8-Peristiwa setelah Periode Pelaporan dan PSAK 71-Instrumen Keuangan, sehingga kepada perbankan diminta untuk:
- Mematuhi dan melaksanakan POJK No. 11/POJK.03/2020 dan secara proaktif mengidentifikasi debitur-debitur yang selama ini berkinerja baik namun menurun kinerjanya karena terdampak Covid-19.
- Menerapkan skema restrukturisasi mengacu pada hasil asesmen yang akurat disesuaikan dengan profil debitur dengan jangka waktu selama-lamanya satu tahun dan hanya diberikan pada debitur-debitur yang benar-benar terdampak Covid-19.
- Menggolongkan debitur-debitur yang mendapatkan skema restrukturisasi tersebut dalam Stage-1 dan tidak diperlukan tambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
- Melakukan identifikasi dan monitoring secara berkelanjutan serta berjaga-jaga untuk tetap melakukan pembentukan CKPN apabila debitur-debitur yang telah mendapatkan fasilitas restrukturisasi tersebut berkinerja baik pada awalnya, diperkirakan menurun karena terdampak Covid-19, dan tidak dapat pulih pasca restrukturisasi/dampak Covid-19 berakhir.
Selain itu, OJK dengan mempertimbangkan release DSAK-IAI tanggal 5 April tentang Dampak Pandemi Covid-19 terhadap PSAK 68-Pengukuran Nilai Wajar, juga memberikan panduan penyesuaian bagi perbankan dalam pengukuran nilai wajar khususnya terkait penilaian surat-surat berharga.
“Hal ini mengingat tingginya volatilitas dan penurunan signifikan volume transaksi di bursa efek dan mempengaruhi pertimbangan bank dalam menentukan nilai wajar dari surat berharga,” kata Anto.
Panduan yang diberikan kepada bank yaitu:
- Menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk Surat Utang Negara dan surat-surat berharga lain yang diterbitkan Pemerintah termasuk surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, selama enam bulan. Selama masa penundaan, perbankan dapat menggunakan harga kuotasian tanggal 31 Maret 2020 untuk penilaian surat-surat berharga tersebut.
- Menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk surat-surat berharga lain selama enam bulan sepanjang perbankan meyakini kinerja penerbit (issuer) surat-surat berharga tersebut dinilai baik sesuai kriteria tertentu yang ditetapkan. Selama masa penundaan, perbankan dapat menggunakan harga kuotasian tanggal 31 Maret 2020 untuk penilaian surat-surat berharga tersebut. Apabila kinerja issuer dinilai tidak/kurang baik, maka perbankan dapat melakukan penilaian berdasarkan model sendiri dengan menggunakan berbagai asumsi a.l. suku bunga, credit spread, risiko kredit issuer, dan sebagainya.
- Melakukan pengungkapan yang menjelaskan perbedaan perlakuan akuntansi yang mengacu pada panduan OJK dengan SAK sebagaimana dipersyaratkan dalam PSAK 68. (rel/Wie)