Partaonan Daulay: MA Harus Proaktif Kirim Putusannya

  • Bagikan
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Berita/dok

JAKARTA (Berita): DPR RI mendorong Mahkamah Agung proaktif segera mengirim putusannya yang membatalkan Perpres kenaikan iuran BPJS supaya masyarakat mendapat kepastian hukum.

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menegaskan dalam diskusi di Jakarta Kamis (12/3), yang dikhawatirkan jika pemerintah beralasan belum menerima salinan putusan peserta diwajibkan membayar iuran yang dibatalkan oleh MA itu.

“Kita mendorong Mahkamah Agung supaya proaktif untuk segera mengirimkan putusannya. Penafsiran berbeda-beda, jangan-jangan BPJS merasa rasa karena belum terima putusan, tetap minta iuran lagi, ini yang dikhawatirkan,”tegas Partaonan.

Jadi menurut saya, tambahnya lagi, harus segera supaya ini bisa berlaku secara baik dan kita juga punya kepastian hukum terkait dengan ini. Politisi Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai BPJS harus dibongkar habis.

“Kalau dulu Jamkesda semua warga dijamin oleh Bupati , dijamin oleh Pemda siapapun yang sakit kalau datang ke Puskesmas pasti dilayani tanpa bayar, siapapun yang namanya butuh bantuan, butuh pelayanan kesehatan datang ke Rumah sakit daerah nggak perlu bayar, ga perlu bayar iuran, karena ini kan jaminan sosial dan kalau jaminan sosial seharusnya negara yang menjamin kita,”ujarnya.

Partaonan mengingatkan BPJS agar jangan menghitung untung rugi. “Kalau ada yang bilang BPJS rugi, sebenarnya BPJS nggak ada rugi, dan tak pernah rugi, karena jaminan sosial bukan dagang, kalau asuransi swasta silahkan. Ini jaminan sosial, coba baca undang-undangnya prinsip dasarnya dalam ketentuan umum, disitu disebut jaminan sosial itu prinsipnya Nirlaba, bukan berorientasi keuntungan, nirlaba artinya ga boleh cari keuntungan,” papar Daulay.

Menurut dia, salah satu alternatif yang bisa membantu BPJS yang defisit dalam waktu dekat bisa dikerjakan kurangi infrastruktur itu sedikit, jangan terlalu banyak. Apalagi infrastruktur banyak hutang luar negeri. “Itu salah satu alternatif menurut saya,”katanya.

“Coba bayangin pemindahan ibukota 466 triliun, 466 triliun itu berarti sudah bisa membiayai BPJS sekitar 3 4 tahun kurang lebih, 4 tahun bisa disubsidi dari 466 T. Apakah itu kita stop. Nggak, jangan di stop, silahkan lanjutkan tapi tentu dengan beberapa diskusi, tetapi jangan lupakan ini pembangunan sumber daya manusia, katanya presiden jokowi periode yang kedua orientasinya pembangunan sumber daya manusia. Nah karena itu salah satu pondasi pembangunan adalah kesehatan,” ungkap Partaonan.

Pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Senin (8/3) lalu mengharuskan revisi Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sebab, BPJS sebagai lembaga pengelola keuangan kesehatan telah gagal.

“Kalau defisit anggaran BPJS saat mencapai Rp 33 triliun pada 2019 ini dan tak ada solusi untuk menutupi defisit itu, maka yang akan merugi dan terganggu adalah pelayanan kesehatan masyarakat sendiri. Jadi, inilah yang harus dipikirkan bersama,” tegasnya. (aya)

Berikan Komentar
  • Bagikan