MEDAN (Berita): Peranan media massa dinilai sangat signifikan dalam menyukseskan pelaksanaan pesta demokrasi, apakah Pemilu ataupun Pilkada.
Wakil Pemimpin Redaksi/Wakil Penanggung jawab (Wapemred/Wapenjab) Harian Waspada H Sofyan Harahap mengatakan hal itu pada Pelatihan Jurnalistik yang digelar Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Utara di hotel Grand Inna Jalan Balaikota Medan Selasa (12/12).
Pelatihan jurnalistik “Penguatan etika profesi mewujudkan jurnalisme berkualitas” itu dengan peserta pengurus DKP Sumut, pengurus PWI Sumut dan pengurus PWI kabupaten/kota berlangsung dua hari (11-12 Desember 2023).
Pada Selasa (12/12), selain Sofyan, narasumber lainnya Pemred Harian Analisa War Djamil dan Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Utara M Syahrir.
Acara itu sekaligus mengakhiri pelatihan jurnalistik yang digelar DKP PWI Sumut ditutup Wakil Ketua PWI Sumut Sugiatmo mewakili Ketua PWI Sumut.
Sofyan menyebut semua pihak melakukan introspeksi diri, termasuk insan pers (media) untuk meningkatkan kemampuannya dalam meliput Pemilu dan Pilpres yang mencerdaskan publik.
Ia menjelaskan sebagai pilar keempat demokrasi pers harus bisa berperan meningkatkan progres hasil Pemilu dan Pilpres 2024 yang lebih berkualitas dibandingkan Pemilu – Pilpres sebelumnya.
“Jika pers berkualitas pasti masyarakatnya berkembang cerdas dan rasional dalam memilih. Partisipasi pemilih meningkat,” jelasnya.
Untuk itu menurut Sofyan, media massa wajib menjalankan fungsinya agar tahapan demi tahapan Pemilu dan Pilpres hingga Pebruari tahun depan berjalan lancar. Terutama mengawasi kinerja semua stakeholders seperti penyelengaranya (KPU) agar tidak terjadi pelanggaran atau kecurangan fatal (terstruktur – masiv).
“Tidak ada boleh manipulasi data, politik uang apalagi SARA,” kata Sofyan.
Fungsi “watch dog” media massa (pers) menjadi sangat penting dalam mengontrol semua pihak yang terlibat dalam Pemilu dan Pilpres 2024.
“Acuan kita (pers) adalah kebenaran dan keadilan, suara rakyat suara Tuhan sehingga prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat harus kita kawal dari segala bentuk kecurangan,” jelasnya.
Peran pers dalam Pemilu dan Pilpres 2024 yakni pede menjalankan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi. Fokus “watch dog” kritis terkait visi misi, janji-janji, kecurangan, politik uang dan sebagainya.
Pers juga harus dapat menjaga asas luber dan jurdil. Menjadikan pemilik subjek bukan objek bergerak maju anti status quo. Gebyar menyuarakan aspirasi publik (masyarakat pemilih). “Ingat, pers bukan pelayan Parpol, Caleg apalagi Tim Sukses,” ujarnya.
Menurutnya, pers boleh saja berpihak ke salah satu parpol, caleg atau Pilpres. Namun hal itu dinyatakan dalam kebijakan editorial dengan alasan keberpihakan secara rasional dan teruji secara akademisi.
Boleh juga berpihak dengan syarat beritanya dalam bentuk investigasi. Sebab banyak akal busuk dilakukan sumber berita nakal untuk mengecoh wartawan di tahun politik.
“Yang tidak boleh mencampuradukkan fakta dan opini. Apalagi kategori black campaign dan hoax menghalalkan segala macam cara demi target elektorial,” jelasnya.
Sofyan memaparkan dalam meliput Pemilu, sebaiknya perlu persiapan matang sebelum pesta demokrasi itu dimulai. Supaya berita yang dihasilkan berkualitas, tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Dalam Pilpres, seminggu lalu era kampanye dari ‘Amin’ pasangan nomor 1 yang menyebut bahwa pasangan nomor 2 tidak ada ide, tak punya gagasan hanya joget-joget saja.
Pantaskah dimuat di media kita? “Tetap harus ada verifikasi dari kubu nomor 2,” terangnya.
Seperti tercantum dalam KEJ, pasal 3 harus verifikasi ke lawannya baru namanya berita. Pasal 2 wartawan harus profesional, pasal 4 wartawan tidak boleh membuat berita bohong. Pasal 5 – Ramah anak. Kalau ditampilkan anak – anak dalam kampanye sebaiknya diambil fotonya dari belakang. Jangan nampakkan wajah anak.
Pasal 6 – tidak menerima suap. “Kalau ada tiga pihak calon maka konfirmasi ketiga tiganya. Tujuannya agar terhindar dari KEJ” jelasnya.
Pasal 7 – diskriminasi
Bagaimana kalau medianya itu spesial. Saya pernah ikut disidangkan di Dewan Pers terkait gugatan pemberitaan waspada terkait Protap.
Ini yg memicu demo sehingga ketua DPRD Sumut meninggal. “Waktu itu saya jelaskan bahwa ini peristiwa besar. Saat itu ada J Anto dari Kipas yg buat kliping. Saya tanya ada tidak berita waspada yg tanpa narasumber,” kata Sofyan.
Lantas berita – berita itu diperiksa dan semua oleh Dewan Pers, ada narasumbernya yang justru berkompeten di bidangnya. “Saya sebut berita ini fakta di lapangan,” ujar Sofyan.
Ia memang mengakui pernah kalah dalam sidang di Dewan Pers dalam kasus lain. Waktu itu ada berita di Aceh tentang korupsi. Waspada datanya lengkap, ada konfirmasi. Tapi Kadisnya mengadu ke Dewan Pers.
Memang tak ada konfirmasi ke Kadis waktu itu. Tiga bulan kemudian Sang Kadis diproses polisi dan dihukum 3 tahun.
Sofyan yang pernah menjabat Ketua DKP PWI Sumut ini minta agar wartawan tetap meliput dan membuat berita berpedoman pada KEJ. Jika tetap di koridor KEJ, membuat wartawan tanpa beban, melindungi masyarakat dari malpraktek dan terhindar dari dosa besar. (wie)