JAKARTA (Berita): Menyangkut tuntutan masyarakat Singkuang 1, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Mandailing Natal mengenai tuntutan plasma 20 persen dari HGU PT RPR, pengacara senior di Jakarta asal Madina menegaskan, tidak ada tawar-menawar dan nego-nego.
“Apa diutarakan adinda Teguh (Teguh W. Hasahatan Nasution, SH, anggota DPRD Madina) adalah suatu regulasi bersifat imperatif,” ujar pengamat hukum dan praktisi hukum M. Amin Nasution, SH, MH dihubungi waspada.id dan beritasore.co.id melalui saluran telepon seluler, Selasa (9/5).
Dihubungi saat mengurus kline di Jakarta, Amin Nasution menegaskan, tidak ada tawar-menawar ataupun nego-nego, kalau perusahaan tidak melaksanakan, “itu konsekeensinya IUP bisa dicabut.”
Amin Nasution, pendiri LBH di Madina ini, juga menanggapi Muhammad Irwansyah Lubis, SH (Ketua DPC PPP Madina) di grup WA Forum Anak Madina.
“Maaf, baru buka HP, tadi ada acara, adinda baca aja apa yang ditulis adinda Teguh (kebetulan saya lihat beliau duluan menanggapinya),” ujar Amin Nadution.
Dikatakan, dalam SP-2 dikeluarkan Pemda disinggung semua, di mana aturan-aturan itu adalah aturan bersifat imperatif, artinya ada izin ada plasma, tidak ada plasma izin dicabut, tidak ada nego-nego di situ, “coba adinda sebutkan juga apa yang menjadi dasar hukum diperlukan nego?”
Managing partners M. Amin Nasution, SH, MH & Partners Law Firm mengungkapkan, di mana ada asas bahwa semua orang sudah dianggap mengetahui semua peraturan berlaku, maka kalau ada kejanggalan atau tidak berdasar menurut hukum dalam tulisan tersebut.
“Tolong adinda tunjukkan juga aturan yang mana yang tidak sejalan dengan tulisan tersebut,” ujar Amin.
Dia membeberkan, tulisan dia tulis tidak lepas dari keseharian aktifitas di dunia praktisi di Jakarta yang tidak butuh lagi sebut-sebut pasal, karena pada asasnya semua orang sudah dianggap mengetahui aturan hukum.
Tapi, lanjut dia, ketika ada pihak yang merasa suatu tulisan tidak sesuai dengan suatu norma, maka yang merasa tidak sesuai itulah yang harus menunjukkan norma sebagai bahan bantahannya.
Amin Nasution mengungkapkan, sebagai bahan pencerahan coba baca apa latar belakang lahirnya kewajiban plasma dalam suatu IUP sawit.
“Itu bisa mulai dari pasal 6 UU Pokok Agraria dimana tanah di Indonesia mempunyai fungsi sosial, terus baca turunan-turunannya sehingga bisa sampai pada suatu logika yang sangat logis kenapa ada norma, ada izin ada plasma, tak ada plasma izin dicabut,” tegas pengacara senior M. Amin Nasution, SH, MH.
Dia juga mengungkapkan, bisa juga buka riwayat lahirnya asas Pacta Sun Servanda, apakah ada korelasinya dengan kasus singkuang 1 ini?
Menjawab Badai di WA grup, Amin Nasution mengungkapkan, dalam arti tradisi ilmiah di kampus, jelas saya ambil narasumbernya guru-guru besar di FH UI.
“Tidak ada maksud menilai saudara-saudaraku di Madina. Kita ini sama, sama-sama orang Madina yang sedang konsen uuntuk membela saudara-saudara kita di Singkuang,” ujar pengacara senior M. Amin Nasution, SH, MH. (irh)