TEHERAN, Iran ( Berita ) : Pemilihan presiden Iran diperkirakan berlangsung semakin ketat setelah tiga dari tujuh capresnya mundur sebelum pesta demokrasi dimulai, Jumat (18/6/2021).
Seorang ulama ultrakonservatif, Ebrahim Raisi, diperkirakan akan memenangi pilpres dan menjadi penerus Presiden Hassan Rouhani yang akan lengser setelah menjabat dua periode.
Sementara itu, tiga kandidat penantang Raisi terdiri dari mantan komandan Garda Revolusi Iran, Mohsen Rezai, mantan Gubernur Bank Sentral Iran, Abdolnasser Hemmati, dan politikus partai FIRS, Amir – Hossein Ghazizadeh.
Reformis Mohsen Mehralizadeh menjad icapres pertama yang mengundurkan diri dari pemilihan pada Rabu pekan ini.
Dua politikus ultrakonservatif lain, Alireza Zakani dan Saeed Jalili, juga menyatakan diri keluar dari pilpres dan menjanjikan dukungan mereka terhadap pemenang pilpres.
Pemilu kali ini diprediksi menggaet pemilih dengan jumlah terendah dalam sejarah. Sebab, pilpres berlangsung ketika perekonomian Iran semakin anjlok dengan sanksi negara Barat dan pandemi virus corona.
Jika tidak ada kandidat yang memenangkan suara mayoritas, dua kandidat dengan suara terbanyak akan berhadapan dalam putaran pilpres kedua yang akan berlangsung 25 Juni mendatang.
Kedudukan seorang presiden Iran memang tidak setinggi Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Namun, presiden memiliki pengaruh signifikan dalam menangani kebijakan industry hingga urusan luar negeri.
Dilansir AFP, Raisi sebagai kandidat terkuat saat ini merupakan kepala kehakiman Iran dan seorang ulama.
Pria yang kerap memakai sorban dan jubah hitam itu disebut-sebut media Iran sebagai penerus Khamenei.
Raisi termasuk dalam kubu ultrakonservatif yang tidak percaya Amerika Serikat.
Ia bahkan kerap menganggap AS sebagai “Setan Besar”. Raisi juga merupakan salah satu oposisi Presiden Hassan Rouhani selama ini, yang memiliki pendekatan lebih moderat terhadap bangsa Barat, terutama AS.
Lengsernya Rouhani juga terjadi ketika ia baru saja menjajaki upaya membangkitkan perjanjian nuklir 2015 dengan AS dan negara Barat lainnya.
Raisi menjadi salah satu pengkritik kesepakatan JCPOA tersebut yang ditujukan untuk menghentikan program nuklir Iran dengan imbalan penghapusan sanksi dari negara Barat.(afp/m11/Wsp)