BI-Rate Tetap 5,75 Persen

  • Bagikan
Gubernur BI Perry Warjiyo (tiga kiri) bersama Anggota Dewan Gubernur lainnya mengumumkan Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Bulanan dengan Cakupan Triwulan pada April 2025 yang disiarkan secara online dan offline YouTube serta Instagram Rabu (23/4/2025) siang. Berita Sore/ist

JAKARTA (Berita): Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 April 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50 persen.

Direktur Eksekutif, Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso dalam siaran persnya memaparkan hasil RDG BI yang juga disiarkan secara offline dan online melalui YouTube serta Instagram Rabu (23/4/2025) siang.

Pada rilis online itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Bulanan dengan Cakupan Triwulan pada April 2025 bersama Anggota Dewan Gubernur BI lainnya Rabu (23/4/2025) siang. Anggota Dewan Gubernur BI yang hadir yakni Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti, Deputi Gubernur Doni Primanto Joewono, Deputi Gubernur Juda Agung, Deputi Gubernur: Aida S Budiman dan Deputi Gubernur Filianingsih.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga prakiraan inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen. Mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental di tengah makin meningkatnya ketidakpastian global.

Serta untuk turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan BI-Rate lebih lanjut dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar Rupiah, prospek inflasi, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) telah diperkuat pada 1 April 2025 untuk lebih mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah.

“Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor perdagangan dan UMKM,” kata Perry.

Keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran akan terus diperkuat, demikian pula akseptasi pembayaran digital akan terus diperluas.

Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dalam rangka memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:

Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan kecukupan likuiditas di perbankan.

Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing.

Dengan menjaga struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas untuk tetap menarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik; memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan; dan memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.

Penguatan implementasi kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.

Tentunya dengan mengimplementasikan penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) pada 1 April 2025 untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan pada sektor usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja.

Juga mempertahankan: (i) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; (ii) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94 persen; (iii) Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 5 persen;​ dan (iv) rasio PLM Syariah sebesar 3,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5 persen.

Memperkuat implementasi ketentuan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) untuk mendorong pendanaan perbankan bagi manajemen likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil.

Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM (Lampiran).

Penguatan akseptasi digital dengan: (i) implementasi strategi pencapaian target QRIS, baik dari sisi supply maupun demand dan (ii) edukasi QRIS Antarnegara kepada merchant dan pengguna di berbagai destinasi pariwisata, (iii) perluasan implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) untuk integrasi layanan pembayaran industri, serta (iv) penguatan stabilitas infrastruktur pembayaran dan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan lembaga pendukung.​

“Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah,” kata Perry.

Sinergi dilakukan dalam tujuh area kebijakan, yakni (i) kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dalam memitigasi gejolak global, (ii) koordinasi kebijakan moneter dan fiskal, (iii) upaya mendorong pembiayaan ekonomi melalui KLM, (iv) dukungan dalam mengakselerasi transformasi digital Pemerintah, (v) upaya memperkuat hilirisasi dan ketahanan pangan, (vi) dukungan dalam mendorong pengembangan ekonomi hijau, syariah, dan inklusi, serta (vii) dukungan dalam pembangunan sumber daya manusia.

Selain itu, jelas Perry, Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Bank Indonesia juga memperkuat dan memperluas kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal. “Serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait,” jelas Perry. (wie)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *