MEDAN (Berita): Melihat perkembangan terkini, proyeksi ekonomi Sumut dengan asumsi sedang yang sebelumnya pada range 4-3-4,7 persen (yoy) menjadi kurang relevan karena ekonomi Sumut diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
“Dalam skenario sangat berat, pertumbuhan ekonomi Sumut berada pada kisaran -0,4 – 0 persen (yoy) dengan asumsi penurunan PDB Dunia dan harga komoditas yang jauh lebih dalam dari sebelumnya,” tegas Wiwiek Sisto Widayat, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Sumatera Utara dalam acara Bincang Bareng Media (BBM) di kantornya Rabu (8/7/2020).
Menurutnya, masalah ini juga sudah disampaikannya ke Gubsu agar segera dapat dicarikan solusi.
Artinya harus ada aksi di daerah-daerah seperti realisasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau juga realisasi gaji ke 13 PNS supaya ekonomi kembali bergerak di masyarakat kendati tak sesuai proyeksi akibat dampak Covid-19 ini.
“Yang diharapkan sekarang memang dari konsumsi pemerintah karena kalau konsumsi rumah tangga pasti menurun, banyak pengangguran,” katanya.
Apalagi pada Juli ini belum kembali normal kendati mall, hotel sudah mulai buka, itupun tak banyak tamu.
Hotel hanya mengharapkan restoran saja buka agar dapat menutupi biaya operasional mereka. “Yang masuk restoran juga tak banyak, masyarakat masih lebih banyak pesan lewat online,” katanya.
Di Inggris, jelas Wiwiek, Menteri Keuangannya mengimbau warga Inggris untuk keluar makan di restoran atau warung makan. Memang yang terkena dampak Covid-19 ini adalah akomodasi, makan minum dan sektor pariwisata.
“Seluruh komponen permintaan diprediksi bias ke bawah sementara lapangan usaha utama akan melambat, terutama perdagangan dan pariwisata,” jelas Wiwiek.
Asumsi sangat berat lainnya menurut Wiwiek, penurunan perdagangan internasional akibat pertumbuhan ekonomi Tiongkok turun 5 persen dari baseline.
Penurunan devisa wisatawan mancanegara (wisman) akibat penutupan pintu masuk bagi wisman selama 9 bulan.
Dampak penurunan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Dunia turun 3,4 persen dari baseline serta penyesuaian harga komoditas ekspor utama di pasar internasional.
Dampak langsung pass through kepada lapangan usaha akibat penurunan perdagangan internasional.
Ekonomi Sumut TR I 2020
Wiwiek menambahkan perekonomian Sumut pada triwulan I 2020 tercatat 4,65 persen (yoy), jauh di atas nasional dan Sumatera yang masing-masing tercatat 2,97 persen (yoy) dan 3,25 persen (yoy).
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Sumut tertinggi ke-2 setelah Sumsel (4,98 persen, yoy). Di era pandemi, realisasi ini masih cukup baik meski melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,21 persen,yoy), sesuai pola historis di awal tahun.
“Masih baiknya perekonomian Sumut diindikasi karena dampak Covid-19 belum menjalar ke level regional dimana kasus pertama di Indonesia baru dirasakan pada awal Maret 2020,” ujarnya.
Ia menyebutkan, dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumut ditopang oleh akselerasi konsumsi. Sedangkan dari sisi penawaran ditopang oleh LU pertanian.
Sementara, untuk sektor pariwisata, dampak Covid-19 terhadap sektor ini terkonfirmasi oleh penurunan indikator Tingkat Penghunian Kamar, Kunjungan Wisman, dan Jumlah Penumpang Angkutan Udara.
Untuk sektor perdagangan dan real estate, indikasi perlambatan tertangkap oleh penurunan Indeks dari Survei Konsumen dan perlambatan penyaluran KPR dan KKB.
Ia mengatakan, perlambatan pada sektor industri terkonfirmasi oleh penurunan kegiatan ekspor impor.
Kegiatan ekspor impor pada triwulan II 2020 (sampai dengan Mei 2020) telah mengalami perlambatan terutama secara nilai.
Perlambatan ekspor terjadi pada hampir seluruh negara mitra dagang utama dan untuk seluruh komoditas utama. Sejalan dengan hal tersebut, impor untuk semua jenis kelompok barang juga mengalami perlambatan.
Penurunan ekspor impor pada triwulan berjalan dipengaruhi oleh penurunan harga CPO dan karet di pasar internasional serta penurunan kinerja industri hilir di negara tujuan akibat pembatasan sosial yang terkonfirmasi oleh PMI Manufacturing yang turun drastis pada triwulan II 2020. (Wie)