MEDAN (Berita): Pertumbuhan perekonomian triwulan I tahun 2021 diproyeksikan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Penanganan pandemi yang semakin baik serta keberhasilan uji coba vaksin menjadi titik terang pemulihan ekonomi sejak awal tahun 2021.
Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Utara Soekowardojo pada Bincang Bareng Media (BBM) yang digelar secara offline dan online virtual zoom di Medan Selasa (23/2/2021). Saat itu dia didampingi Deputi Kepala Perwakilan Ibrahim dan Andiwiana Septonarwanto.
Soekowardojo memperkirakan, perekonomian Sumut triwulan I tahun 2021 akan tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya didukung oleh optimisme pelaksanaan program vaksinasi.
Dari sisi permintaan, perbaikan terjadi pada komponen ekspor seiring dengan pemulihan ekonomi di negara- negara mitra dagang.
Selain itu, impor diprakirakan menguat sejalan dengan perbaikan industri akibat aktivitas domestik yang meningkat dan perbaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Namun, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan menurun karena realisasi belanja yang umumnya belum optimal di awal tahun. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, LU pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan pariwisata diprakirakan akan membaik.
“Hal ini didorong oleh optimisme pemulihan ekonomi pasca program vaksin,” katanya.
Ia menambahkan, secara keseluruhan tahun 2021, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi dimana penanganan pandemi yang semakin baik serta keberhasilan program vaksinasi sebagai ‘game changer’ pemulihan perekonomian Sumut.
“Namun, upaya penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi tetap perlu diperkuat. Penanganan kesehatan melalui vaksinasi dan disiplin protokol Covid menjadi prasyarat utama untuk pemulihan ekonomi ke depan,” jelasnya.
Sementara, kebijakan pemulihan ekonomi yang perlu terus diperkuat antara lain melalui lima strategi respon kebijakan, yakni pembukaan sektor produktif dan aman, percepatan stimulus fiskal (realisasi anggaran), peningkatan kredit dari sisi permintaan dan penawaran, stimulus moneter dan kebijakan makroprudensial serta digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya UMKM,” tutupnya.
Dari sisi permintaan, perbaikan ekonomi bersumber dari permintaan ekspor, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi pemerintah. Perbaikan ekspor sejalan dengan pulihnya ekonomi mitra dagang utama menyusul implementasi program vaksin di berbagai belahan dunia.
Investasi juga diperkirakan meningkat karena pelaku usaha lebih optimis merespon konsumsi rumah tangga yang membaik, diperkuat dengan akan diterbitkannya peraturan pelaksanaan dari UU CK yang akan memberikan kepastian bagi dunia usaha,” sebutnya.
Sementara, dari sisi lapangan usaha, kinerja beberapa LU utama mengalami perbaikan antara lain pertanian, industri, dan perdagangan. Kondisi itu didukung telah dimulainya implementasi vaksinasi sehingga menumbuhkan sinyal positif bagi dunia usaha dan aktivitas masyarakat.
Lapangan Usaha (LU) pertanian diprakirakan membaik seiring dengan membaiknya curah hujan dan mulai berlangsungnya periode panen tanaman pangan (padi).
LU Industri juga diprakirakan meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi mitra dagang utama. Di sisi lain, LU PBE juga diprakirakan tumbuh sebagai dampak dari implementasi program vaksin dan pelonggaran ketentuan operasionalisasi pusat belanja.
“Namun, kinerja LU Real Estate diprakirakan masih melambat menyusul daya beli yang belum sepenuhnya pulih untuk berinvestasi barang likuid,” ungkapnya.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) pada triwulan IV 2020 tercatat mengalami kontraksi -2,94 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -2,8 persen (yoy) dan nasional (-2,19 persen, yoy).
Secara spasial, perekonomian Sumut juga tumbuh lebih rendah dibandingkan tiga kota besar lainnya di Sumatera, seperti Riau, Sumsel dan Lampung.
Namun masih lebih baik dari beberapa provinsi lain di Sumatera yang terkontraksi cukup dalam seperti Kepri dan Aceh.
Ia menyebut, secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2020 juga turun cukup dalam dari 3,24 persen (qtq) pada triwulan III 2020 menjadi 0,05 persen (qtq).
Secara tahunan, ekonomi Sumut terkontraksi akibat penurunan daya beli dan deselerasi ekspor. Pertumbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2020 mengalami kontraksi yang cukup dalam -1,07 persen (yoy) dibandingkan tahun 2019 sebesar 5,22 persen (yoy), terutama didorong penurunan permintaan akibat terbatasnya daya beli masyarakat.
Belanja pemerintah yang tertunda turut berdampak pada penurunan sisi permintaan dan sisi penawaran, terutama LU konstruksi.
Di sisi lain, meski LU Pertanian tidak begitu terdampak akibat Covid-19, namun penurunan produktivitas tanaman pangan, hortikultura dan tanaman perkebunan tahunan menyebabkan rendahnya pertumbuhan sektor ini. (wie)