MEDAN (Berita): Investasi di pasar modal menawarkan peluang besar untuk mencapai kebebasan finansial, tetapi juga penuh dengan tantangan.
“Tidak hanya faktor analisis pasar atau tren ekonomi yang mempengaruhi hasil investasi, tetapi juga psikologi investor itu sendiri,” kata Muhammad Pintor Nasution, Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Kamis (5/12/2024).
Ia menyebut perasaan euforia saat pasar naik atau ketakutan saat pasar turun sering kali menjadi pemicu utama keputusan investasi yang impulsif. Inilah mengapa memahami psikologi di balik keputusan investasi sangat penting.
“Sebagai investor, kita sering kali terjebak dalam perangkap emosional yang dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang merugikan. Ketika emosi seperti keserakahan, ketakutan, atau bahkan kecemasan menguasai pikiran, kita mungkin gagal melihat gambaran besar dan lebih fokus pada fluktuasi jangka pendek yang tidak selalu mencerminkan nilai riil dari suatu investasi,” katanya.
Itu sebabnya, perlu mengeksplorasi bagaimana psikologi mempengaruhi keputusan investasi dan bagaimana mengelola emosi tersebut agar dapat mengambil keputusan yang lebih rasional dan berbasis strategi.
Perlu disadari, investasi di pasar modal tidak hanya tentang angka dan analisis. Aktivitas di pasar modal penuh dengan volatilitas yang sering kali memicu emosi. Ketika pasar naik, euforia bisa membuat kita terlalu percaya diri, sementara ketika pasar turun, ketakutan bisa memicu keputusan impulsif seperti panic selling.
“Memahami psikologi diri dapat membantu investor menghindari keputusan emosional, mengelola risiko dengan lebih baik dan membangun disiplin dalam mengikuti strategi investasi,” kata Pintor.
Ada beberapa situasi bias psikologi dalam investasi. Pertama, overconfidence bias, yaitu merasa terlalu yakin dengan keputusan investasi sehingga mengabaikan risiko. Kedua, loss aversion yaitu ketakutan terhadap kerugian yang membuat investor enggan menjual saham yang sudah merugi, berharap harga akan pulih.
Ketiga, herd mentality yaitu mengikuti tren pasar tanpa analisis yang jelas karena tekanan sosial atau takut tertinggal. Keempat, confirmation bias yaitu hanya mencari informasi yang mendukung keyakinan kita dan mengabaikan data yang bertentangan.
Agar emosi tidak menguasai keputusan investasi, berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan. Pertama, tetapkan tujuan investasi jangka panjang. Fokus pada tujuan akhir membantu menghindari reaksi impulsif terhadap fluktuasi jangka pendek. Menentukan tujuan investasi yang jelas, apakah investasi yang dilakukan untuk dana pensiun, pendidikan anak, atau membeli rumah.
Tujuan ini akan membantu Anda fokus pada gambaran besar. Dengan tujuan yang jelas, Anda lebih mungkin bertahan dalam menghadapi fluktuasi pasar. Baru kemudian membuat rencana investasi.
Tetapkan alokasi aset berdasarkan profil risiko Anda (agresif, moderat, atau konservatif). Rencanakan strategi masuk dan keluar (entry dan exit) sehingga Anda tahu kapan harus membeli atau menjual tanpa tergoda oleh emosi sesaat.
Dengan memiliki rencana investasi yang jelas yang mencakup alokasi aset, target return, dan batas toleransi risiko. Ikuti rencana ini dengan disiplin. Gunakan Aturan Stop-Loss dan Take-Profit. Stop-loss adalah batas kerugian yang Anda toleransi, sedangkan take-profit adalah target keuntungan yang Anda tetapkan. Dengan menggunakan aturan ini, Anda bisa disiplin untuk menjual aset meskipun emosi mendorong Anda bertindak sebaliknya.
Hindari membeli dan menjual aset karena panik atau euforia karena bisa meningkatkan risiko. Tetaplah pada rencana investasi dan hindari mengikuti tren pasar tanpa analisis yang matang. Semakin banyak Anda tahu tentang investasi, semakin kecil kemungkinan Anda membuat keputusan impulsif. Belajar membaca laporan keuangan, memahami tren pasar, dan mengenali strategi investasi yang cocok dengan gaya Anda.
Selalu ingat melakukan diversifikasi portofolio. Jangan menaruh semua uang Anda pada satu aset atau sektor. Diversifikasi dapat membantu mengurangi dampak kerugian dari satu jenis investasi terhadap portofolio Anda secara keseluruhan. Second opinion yang didapat dari seorang profesional atau mentor berpengalaman bisa membantu Anda mengambil keputusan yang lebih obyektif.
Tak kalah penting, fokuslah pada jangka panjang. Pasar selalu naik-turun dalam jangka pendek, tetapi cenderung tumbuh dalam jangka panjang. Mengadopsi perspektif jangka panjang membantu Anda mengabaikan gangguan sesaat. Mengelola emosi dalam investasi membutuhkan disiplin dan kesadaran diri.
Cara lain untuk mencegah emosi mempengaruhi keputusan berinvestasi adalah dengan menghindari mengecek portofolio terlalu sering. Dengan melihat perubahan harga setiap saat dapat meningkatkan kecemasan. Cukup lakukan review secara berkala. Terus mempelajari dasar-dasar pasar modal untuk memahami bahwa fluktuasi adalah bagian normal dari investasi.
Selain itu, perlu melatih kesabaran dan mengendalikan diri dengan mengingat bahwa investasi adalah perjalanan jangka panjang. Hindari keputusan impulsif yang hanya berdasarkan emosi sesaat. Praktik mindfulness seperti meditasi dapat membantu investor mengelola stres dan fokus pada fakta, bukan emosi. Dengan kesadaran penuh, investor dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana.
Investor legendaris seperti Warren Buffett sering menekankan pentingnya disiplin dan ketenangan dalam menghadapi pasar. Buffett berkata, “Be fearful when others are greedy, and greedy when others are fearful.” Artinya, kita harus tetap rasional ketika mayoritas investor terjebak emosi.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, Anda dapat meminimalkan risiko yang muncul akibat emosi dan meningkatkan peluang mencapai tujuan investasi. Jadi, psikologi investor adalah salah satu kunci sukses dalam investasi.
“Dengan mengenali bias, mengelola emosi, dan disiplin dalam strategi, kita dapat menjadi investor yang lebih baik. Ingat, kesabaran dan ketenangan adalah teman terbaik Anda di pasar modal,” tutup Pintor. (rel/wie)