MEDAN (Berita): Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan kewenangan dalam kerangka koordinasi dan sinergi dengan Pemerintah, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan menyampaikan bahwa sektor jasa keuangan dalam kondisi stabil dan terjaga, namun tetap dalam kewaspadaan mengantisipasi tekanan perekonomian akibat pandemi Covid 19.
Deputi Komisioner Humas Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo dalam siaran persnya diterima Kamis (27/8/2020) mengatakan Asesmen Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) di Agustus 2020 mencatat kinerja Industri Jasa Keuangan (IJK) yang berkaitan dengan tugas OJK, menunjukkan hasil optimalisasi berbagai kebijakan yang telah dilakukan.
Sehingga dapat memulai tahapan pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran Sektor Jasa Keuangan (supply side) yang memberikan stimulus tercipta dan geraknya kembali roda perekonomian (demand side) dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang baik.
Indikator kestabilan kinerja Sektor Jasa Keuangan menunjukkan bahwa pasar saham tanggal 26 Agustus ditutup menguat di level 5.340,33. Sejak 8 Juli 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) konsisten di atas level 5.000. Di bulan Juli kinerja IHSG naik 4,98 persen mtm’dan sampai dengan 26 Agustus naik 3,70 persen mtd.
Dari sisi intermediasi industri jasa keuangan, katanya, mulai bergeraknya aktivitas ekonomi pasca pelonggaran pemberlakuan pembatasan sosial mendorong pertumbuhan kredit perbankan sedikit meningkat menjadi 1,53 persen yoy.
“Namun demikian, pertumbuhan piutang pembiayaan masih memperlihatkan kontraksi yang lebih dalam,” kata Anto.
Profil risiko lembaga jasa keuangan masih terjaga dalam level yang manageable dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,22 persen sementara NPL net tercatat 1,12 persen dan Rasio NPF sebesar 5,5 persen.
Hal ini dikarenakan sektor jasa keuangan telah mengantisipasi risiko dengan meningkatkan pencadangan yang dibentuk dari permodalan,” katanya.
Capital Adequacy Ratio
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) perbankan tercatat sebesar 23,10 persen dan rasio permodalan (Risk-Based Capital) untuk industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 502 persen dan 321 persen, jauh diatas ketentuan yang ditetapkan.
Alat likuid yang dimiliki perbankan terus mengalami peningkatan yang ditandai dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Per 14 Agustus 2020, Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 128,01% dan 27,15%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
OJK mendorong konsolidasi perbankan guna memperkuat daya saing industri perbankan dalam menghadapi pandemi Covid 19. Terdapat beberapa bank yang berpindah kelompok bank akibat merger atau tambahan modal, OJK mencatat 4 bank berpindah dari BUKU I ke BUKU II, dan 2 Bank berpindah dari BUKU III ke BUKU IV.
Ia menyebut pengawasan terintegrasi yang selama ini diperankan oleh OJK dapat memperkuat pengawasan terhadap konglomerasi keuangan yang menawarkan produk dan jasa keuangan yang bersifat hybrid antara produk perbankan, asuransi dan investasi di pasar modal yang bermuara pada terciptanya kestabilan sistem keuangan.
Pengawasan terintegrasi dapat mendeteksi lebih dini potensi risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan dan mendukung pula terlaksananya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) secara menyeluruh.
“OJK mendorong digitalisasi Sektor Jasa Keuangan dengan menyiapkan ekosistem informasi yang andal dalam rangka mempercepat layanan kepada masyarakat,” katanya.
OJK juga melakukan pengawasan berbasis teknologi melalui berbagai aplikasi yang telah dibangun OJK, termasuk Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen.
Kebijakan restrukturisasi kredit sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020 dan POJK 14/2020 memiliki peran sangat besar dalam menekan tingkat NPL dan meningkatkan permodalan Bank sehingga stabilitas Sektor Jasa Keuangan dapat terjaga dengan baik.
Restrukturisasi Kredit
Ia menambahkan sejak diluncurkan 16 Maret 2020 hingga 10 Agustus, program restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai nilai Rp837,64 triliun dari 7,18 juta debitur. Jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi kredit untuk sektor UMKM yang mencapai Rp353,17 triliun berasal dari 5,73 juta debitur.
Sedangkan untuk non UMKM, realisasi restrukturisasi kredit mencapai Rp484,47 triliun dengan jumlah debitur 1,44 juta. Untuk perusahaan pembiayaan, per 26 Agustus 2020, OJK mencatat sebanyak 182 perusahaan pembiayaan sudah menjalankan restrukturisasi pinjaman tersebut. Realisasinya sudah disetujui sebanyak 4,52 juta debitur dengan total nilai mencapai Rp176,33 triliun.
OJK juga mengeluarkan kebijakan untuk meringankan pinjaman usaha mikro yang terhimpun di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan nilai realisasi Rp20,79 miliar dari 32 LKM. Selain itu, keringanan juga diberikan untuk pinjaman di Bank Wakaf Mikro (BWM) dengan nilai Rp1,73 miliar untuk 13 BWM.
OJK akan terus memantau perkembangan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian global dan domestik serta senantiasa berupaya mempercepat bergeraknya aktivitas dunia usaha dengan menyiapkan berbagai kebijakan yang dibutuhkan guna mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional. (Wie)