MEDAN (Berita): Investasi di pasar modal sudah semakin banyak diminati masyarakat, meskipun jumlah investor pasar modal di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan dengan investor pasar modal di negara-negara maju dan pasar modal Asia seperti Singapura, Hongkong, Jepang, dan Korea.
Kepala Kantor Perwakilan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Muhammad Pintor Nasution Sabtu (16/9) mengatakan
berdasarkan data per akhir Agustus 2023, jumlah investor di pasar modal Indonesia telah mencapai 11,6 juta investor.
Dari jumlah tersebut, jelas Pintor, investor reksa dana dan investor saham adalah yang paling mendominasi dari total investor. Selain reksa dana dan saham, terdapat pula instrumen Surat Berharga Negara (SBN) atau biasa dikenal dengan obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.
Kedua jenis instrumen ini sama-sama diperdagangkan di pasar modal, namun lebih banyak diperjualbelikan oleh pemodal institusi, seperti manajer investasi yang mengelola reksa dana, dana pensiun, dan perusahaan asuransi.
“Obligasi pemerintah dan obligasi korporasi sama-sama surat berharga yang merupakan surat pengakuan utang atau surat utang. Obligasi diterbitkan oleh pihak berutang kepada pihak yang berpiutang,” kata Pintor.
Penerbitan obligasi disertai janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya pada waktu yang ditentukan. Atau dengan kata lain, penerbit obligasi bisa disebut debitor dan pembeli obligasi adalah kreditor atau investor.
Pembayaran yang harus dilunasi tersebut yakni utang pokok ditambah dengan bunga atau yang biasa disebut kupon. Sehingga, pihak yang membeli obligasi akan mendapat keuntungan berupa bunga atau kupon bunga.
Perbedaan utama antara obligasi pemerintah dengan obligasi korporasi, adalah obligasi pemerintah diterbitkan oleh negara. Biasanya pemerintah akan menerbitkan obligasi jika terdapat kebutuhan untuk menambah anggaran belanja negara atau untuk membiayai pembangunan proyek-proyek pemerintah.
Karena diterbitkan oleh negara, hal ini membuat obligasi pemerintah menjadi salah satu instrumen investasi yang paling diincar investor karena cenderung lebih aman dari risiko gagal bayar.
Ada beberapa jenis obligasi dalam obligasi pemerintah, yakni Surat Utang Negara, Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI), Sukuk Ritel (SR), Saving Bond Ritel (SBR), dan Sukuk Negara Tabungan (ST). Surat utang dengan nama depan sukuk memiliki artian surat utang yang berbasis syariah.
Sementara itu, obligasi korporasi diterbitkan oleh perusahaan, baik perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Biasanya, obligasi korporasi memiliki jatuh tempo dalam waktu yang cenderung pendek, minimal satu tahun sampai kurang lebih lima tahun.
Risiko obligasi korporasi akan lebih tinggi ketimbang obligasi pemerintah. “Namun, ini tergantung kondisi perusahaan penerbit, pasar, hingga kondisi politik negara tempat perusahaan tersebut berdomisili,” ungkap Pintor.
Untuk mengukur risiko obligasi korporasi biasanya dilihat dari rating obligasi tersebut yang dikeluarkan oleh lembaga rating. Ada beberapa lembaga rating independen salah satunya PT Pefindo (PT Pemeringkat Efek Indonesia). Simbol rating tertinggi Pefindo adalah AAA+ dan yang paling rendah adalah
Semakin tinggi rating, semakin kecil risiko dari perusahaan penerbit obligasi mengalami gagal bayar atau ketidakmampuan membayar kupon dan pokok obligasi saat jatuh tempo.
Menurut Pintor, sebagai kompensasinya, perusahaan penerbit obligasi yang memiliki rating lebih rendah akan memberikan kupon bunga yang lebih tinggi. Sementara obligasi dengan rating tinggi, memiliki kesempatan mendapatkan keuntungan membayar kupon bunga yang lebih rendah.
“Sesuai dengan hukum investasi, high risk high return, low risk low return. Maka semakin besar potensi keuntungan atau kupon bunga, semakin besar pula risiko investasi,” katanya.
Dalam prospektus penerbitan obligasi pemerintah dan obligasi korporasi, pihak penerbit akan mencantumkan alokasi penggunaan dana dari penerbitan obligasi tersebut.
Di sisi lain, akan ada informasi mengenai struktur surat utang atau obligasi yang diterbitkan, yang berupa jangka waktu penerbitan obligasi (tenor), kupon bunga obligasi dan term pembayaran bunga, rating obligasi untuk obligasi korporasi, dan informasi kinerja keuangan perusahaan dan bisnis perusahaan serta proyeksi bisnis di masa depan.
“Jadi, obligasi pemerintah dan obligasi korporasi adalah opsi instrumen investasi yang bisa dipilih investor di pasar modal selain efek saham dan reksa dana,” jelasnya.
Selain bisa dibeli di pasar perdana dan bisa diinvestasikan hingga jatuh tempo, obligasi juga dapat diperjualbelikan di pasar sekunder. Sehingga selain memiliki potensi keuntungan berupa kupon bunga, investor bisa mendapatkan capital gain dari jual beli obligasi pemerintah dan obligasi korporasi di pasar modal. (wie)