JAKARTA (Berita): Total kredit yang disalurkan PT Bank Negara Indonesia atau BNI (Persero) Tbk di tahun 2022 mencapai Rp 646,19 triliun, tumbuh di atas target awal perusahaan yaitu mencapai 10,9% year on year (YoY).
Pertumbuhan kredit yang sehat ditopang oleh ekspansi bisnis dari debitur top-tier dan bisnis turunannya yang berasal dari value chain debitur.
Sehingga Net Interest Margin (NIM) yang terjaga di posisi 4,8%,” kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar di Jakarta, kemarin sore
Pendapatan non bunga di retail banking seperti fitur billpayment atau pembayaran tagihan BNI, saat ini berkontribusi lebih dari Rp 300 miliar ke pendapatan atau tumbuh 18% YoY..
Royke menambahkan, BNI berhasil melampaui konsensus pasar, tercermin dari laba bersih konsolidasi sebesar Rp18,31 triliun, tumbuh signifikan 68% YoY, dan merupakan perolehan laba bersih tertinggi sepanjang sejarah BNI.
“Kinerja yang prima ini terwujud melalui kerja keras seluruh insan BNI dalam menjalankan kebijakan strategis yang ditetapkan, di tengah periode pemulihan ekonomi 2022 serta upaya memastikan agenda transformasi perusahaan terus berjalan sesuai dengan blueprint,” ujarnya.
Royke menegaskan, pihaknya berupaya memperbaiki kualitas kredit melalui kebijakan perkreditan yang efektif sehingga mampu menekan rasio non performing loan (NPL) sebesar 90 basis point (bps) secara tahunan menjadi 2,8%.
“Jumlah kredit yang direstrukturisasi dengan stimulus Covid juga terus menurun nilainya menjadi Rp 49,6 triliun atau setara dengan 7,8% dari total kredit,” jelas Royke.
Penurunan di kuartal lalu, terutama berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak pandemi seperti restoran, hotel, tekstil dan konstruksi.
Hal ini mengindikasikan bahwa bisnis debitur di sektor tersebut mulai kembali pulih.
“Trend positif pada kualitas aset ini juga mendorong pembentukan beban CKPN menjadi lebih rendah sehingga Cost of Credit membaik dari 3,3% di tahun sebelumnya menjadi 1,9%,” terangnya.
Dari sisi likuiditas, lanjut Royke, BNI berhasil mencatatkan pertumbuhan Current Account Saving Account (CASA) yang kuat sebesar 10,1% YoY, yang dihasilkan dari strategi perseroan untuk membangun transaction-based CASA, melalui penyediaan solusi keuangan dan transaksi yang komprehensif dan reliable.
Pertumbuhan fee-based income (FBI) pun tercatat sebesar 8,7% YoY menjadi Rp14,8 triliun.
Hal ini dicapai dengan melakukan pergeseran pola pertumbuhan FBI untuk mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan biaya transfer melalui program BI Fast, sejalan dengan trend menurunnya transaksi transfer antar bank.
“Di segmen Business Banking, BNI semakin aktif dalam memfasilitasi sindikasi dan mampu berkontribusi hampir Rp 1 triliun ke pendapatan non bunga, atau naik 100% dibandingkan tahun lalu,” kata Roy.
Hasil kinerja yang positif ini berdampak pada Pre-provisioning Operating Profit (PPOP) yang dibukukan sebesar Rp34,4 triliun atau tumbuh 10,8% YoY.
“Pertumbuhan PPOP yang kuat dan diikuti dengan perbaikan kualitas aset ini membuat kami mampu menutup 2022 dengan capaian yang menggembirakan.
Laba bersih ini adalah tertinggi sepanjang sejarah dan berada di atas ekspektasi pasar,” tutur Royke.
Terkait dengan digitalisasi, Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati menyampaikan, dari segmen retail jumlah user BNI Mobile Banking pada tahun 2022 mencapai 13,6 juta, atau tumbuh 26,1% YoY
Diikuti dengan nilai transaksi yang tumbuh sebesar 30,4% YoY menjadi sebesar Rp802 triliun, jauh melampaui transaksi di ATM yang sebesar Rp 676 triliun, dengan jumlah transaksi mencapai 597 juta atau tumbuh 37,6% YoY.
“BNI fokus menggarap potensi bisnis nasabah di setiap aspek, dengan konsisten meningkatkan kapabilitas digital untuk mengembangkan berbagai solusi keuangan digital yang sesuai dengan kebutuhan nasabah,” ujar Adi.
Angka tersebut menunjukkan bahwa nasabah BNI terus menshifting transaksinya dari platform konvensional ke platform digital.
Hal ini sejalan dengan strategi BNI untuk menjadikan BNI Mobile Banking sebagai One Stop Financial Solutions bagi nasabah. (agt)