JAKARTA (Berita): Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan, saat ini banyak masyarakat yang melakukan zakat maupun wakaf secara mandiri, sehingga tidak masuk hitungan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
“Karena zakat dan wakaf mandiri itu tidak terekam oleh Bank Indonesia.
Kalau ini bisa dihitung, maka ini akan menjadi sumber pertumbuhan dan juga akan masuk dalam perhitungan PDB kita yang berbasis syariah,” ungkapnya dalam Opening Ceremony FESyar Jawa 2024, Jumat (13/9/2024).
Padahal pemerintah telah memiliki Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS. Hingga kini bank sentral masih kesulitan merekam jejak transaksi dalam ekonomi syariah yang terjadi di masyarakat.
Dari sisi institusional keuangan syariah pun masih perlu peningkatan dan penguatan untuk mendorong terekamnya transaksi tersebut.
“Kami ditantang, berapa sih PDB kita yang syariah compliance? Susah kita ngitungnya,” tandasnya
Destry akui, potensi ekonomi syariah dapat mendorong nilai PDB Indonesia. Karena itu, menjadi tantangan tersendiri bagi bank sentral dan sektor terkait dengan memperkuat institusional.
Akibat masih minimnya instrumen keuangan yang berbasis syariah di Indonesia, Destry meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Bank Indonesia untuk terus menciptakan produk-produk baru syariah.
“Walaupun pembiayaan syariah sudah tumbuh 12%, tetapi share terhadap perbankan secara total masih relatif kecil baru 8%.
Kenapa ? Karena instrumen keuangan syariahnya masih terbatas,” terangnya
Seharusnya, sambungnya, kontribusi ekonomi syariah bisa lebih besar lagi, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim bisa memberikan potensi yang besar terhadap ekonomi syariah dan ditopang oleh tren digitalisasi.
Secara umum, pembiayaan syariah tumbuh 11,92% secara tahunan atau year-on-year (YoY) atau mencapai Rp598 triliun. Namun kontribusi ekonomi syariah ke perbankan nasional masih sekitar 8%.
Sebagaimana diketahui, Indonesia berhasil masuk tiga besar pada the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023, dibawah Malaysia dan Arab Saudi. (agt)