JAKARTA (Berita): Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menyampaikan pidato dengan tema Parliamentary Action for Peace, Justice and Strong Institutions (SDGs-16)” dalam lanjutan Sidang Umum ke-147 Parlemen Dunia atau Inter-Parliamentary Union (IPU) di Gedung Parlemen Angola, di Kota Luanda, Angola, yang menyoroti berbagai isu neo-imperialisme, krisis Gaza, hingga reformasi PBB.
Mengawali pidatonya, Fadli menyoroti sejarah perjuangan negara-negara Asia dan Afrika dalam melawan kolonialisme Barat.
Indonesia menginisasi KAA (Konferensi Asia Afrika) pada tahun 1955 di Bandung, Indonesia, sebagai simbol solidaritas dan perjuangan melawan penjajahan/kolonialisme dan imperialisme.
“Kita bersama-sama membangkitkan solidaritas antar bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang senasib untuk melawan penjajahan dan kolonialisme Barat,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Sabtu (28/10/2023).
Lebih lanjut, Anggota Komisi I DPR RI tersebut juga menegaskan bahwa residu dan sisa-sisa kolonialisme itu masih ada hingga sekarang seperti dialami bangsa Palestina yang masih dijajah oleh Israel.
“Kita melihat dengan nyata penjajahan Israel terhadap Palestina yang ditunjukkan dengan pendudukan ilegal, pengeboman serta serangan militer terhadap warga sipil.
Apa yang mereka lakukan saat ini merupakan genosida sama seperti yang dilakukan Nazi terhadap warga Yahudi di Eropa pada Masa perang Dunia II, ucap Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Terkait krisis di Gaza, dalam lanjutan pidatonya, Fadli Zon mengajak semua pihak terutama negara-negara Barat untuk melihat situasi secara obyektif dan tidak menggunakan standar ganda.
“Kita harus melihat situasi di Gaza dan Palestina secara keseluruhan dengan adil dan obyektif.
Sangat tidak dapat diterima dan memalukan jika menuduh mereka yang berjuang untuk kemerdekaan negaranya sebagai teroris dan pemberontak tapi pada saat yang sama di wilayah lain menyebut mereka sebagai pejuang kemerdekaan,” tukasnya.
Fadli mendesak agar semua pihak agar bisa menekan Israel untuk menghentikan serangan ke Gaza, membuka blokade untuk akses kemanusian, serta meminta negara-negara Barat untuk menghentikan dukungan terhadap Israel yang melakukan kejahatan perang.
Komunitas internasional, termasuk Pengadilan Internasional diminta untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan obyektif terhadap kasus kejahatan perang oleh Israel.
“Israel melakukan kejahatan perang dengan menyerang warga sipil menggunakan white phosphorus bombs yang dilarang oleh Konvensi Geneva serta mengisolasi sekitar 2 juta warga Gaza,” ungkapnya, sembari mendorong agar semua pihak meneruskan kembali negosiasi untuk menciptakan perdamaian di Palestina dengan solusi dua negara.
Fadli yang terpilih sebagai Executive Member Parlemen Dunia ini lebih lanjut meminta adanya reformasi di tubuh PBB termasuk di Dewan Keamanan PBB.
Hal itu perlu dilakukan supaya PBB lebih kredibel dan efektif dalam menjalankan hukum internasional dalam rangka menciptakan keadilan dan perdamaian dunia termasuk perdamaian di Palestina.
Wakil Ketua Liga Parlemen Dunia untuk Palestina ini juga mendorong agar pengambilan keputusan tingkat global bisa lebih akomodatif terhadap suara negara-negara berkembang.
Terakhir, ia juga menyuarakan agar IPU bisa lebih demokratis dan akuntabel dalam pengambilan keputusan.
“IPU harus lebih demokratis, lebih obyektif dan tidak memihak dalam menyikapi berbagai konflik global seperti yang terjadi di Palestina saat ini,” tutupnya. (aya)