MEDAN (Berita): Karena berkasnya bolak-balik dikembalikan kepada penyidik,
Eduard Pakpahan SH, MH selaku kuasa hukum dari kliennya Jorhani Sinaga, melayangkan gugatan terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut selaku tergugat I, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sumut tergugat II, Kejatisu tergugat III serta Kejaksaan Agung RI tergugat IV ke Pengadilan Negeri Medan sesuai dengan register perkara nomor: 80/Pdt.G/2024 PN Medan.
Eduard Pakpahan menjelaskan,
kasus yang sedang ditanganinya yakni kasus pemalsuan surat tanah antara CV Mitra Kuring dengan pimpinannya Timbang Simangunsong dengan kliennya, Jorhani Sinaga.
Dalam kasus ini, kata Eduard, pihaknya melayangkan gugatan ke sejumlah pihak. “Para pihak tersebut yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut selalu tergugat I, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sumut tergugat II, Kejatisu tergugat III serta Kejaksaan Agung RI tergugat IV dengan register perkara nomor: 80/Pdt.G/2024 PN Mdn,” urai Eduard Pakpahan di kantornya, Jl. Bahagia By Pass Nomor 8 Medan, Senin (12/2/2024).
Dikatakannya, sidang pertama terhadap gugatannya itu ditetapkan hari ini, Selasa (13/2). Gugatan digulirkan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan karena Kejatisu dinilai dan diduga melakukan perbuatan melawan hukum pra penuntutan perkara pemalsuan surat yang dilaporkan Jorhani Sinaga ke Poldasu dengan LP Nomor: LP/B/1041VI/2022/SPKT Poldasu pada 14 Juni 2022.
Kemudian, tambah Eduard, Kejatisu melalui JPU dan Aspidum dua kali memberi petunjuk berbeda, dan tiga kali mengembalikan berkas perkara kepada penyidik Ditkrimum Poldasu dengan alasan tidak lengkap. Namun petunjuk jaksa tidak memenuhi syarat materiil dan formil hasil penyidikan Poldasu.
Jorhani Sinaga, kata Eduard, memiliki tanah seluas 8.000 meter persegi di Desa Durian Kondot, Kecamatan Kotarih, Sergai. Tanah tersebut dikuasai sejak 1971 diperoleh dari peninggalan orangtuanya dengan sejumlah bukti dikeluarkan Kepala Desa Durian Kondot, Kecamatan Kotarih, Sergai.
“Pemalsuan surat diketahui klien kami ketika menghadiri panggilan Camat Kotarih. Sempat menjalani mediasi namun tak kunjung selesai hingga akhirnya sampai ke pengadilan. Poldasu telah tiga kali melimpahkan berkas perkara ke jaksa peneliti Kejatisu, namun berkas perkara dikembalikan dan memberi petunjuk P19 dua kali yang berbeda,” tuturnya.
Di kesempatan itu, Eduard Pakpahan menyayangkan petunjuk Kejatisu yang mengarahkan kasus ini ke perdata tentang jual beli tanah. “Padahal perkaranya pemalsuan surat, tanah tersebut dijual menggunakan surat palsu.
Seolah-olah jual beli itu sah. Ini yang sangat disayangkan. Kami yakin dalam kasus ini diduga mafia tanah ikut “bermain”. Karena itu, kami sangat berharap negara bisa memberantas mafia tanah karena mereka kerap mempermainkan hukum,” tandasnya.(att)