Pemecahan Paket Proyek Renovasi Kantor Gubernur Sumut Rawan Korupsi

  • Bagikan
Kantor Gubernur Sumatera Utara di Jalan Diponegoro Medan, Jumat, (6/8)
Kantor Gubernur Sumatera Utara di Jalan Diponegoro Medan, Jumat, (6/8)

MEDAN (Berita) : Pemecahan paket pengadaan barang dan jasa dalam sejumlah item pada proyek renovasi gedung kantor gubernur Sumatera Utara (Sumut) meskipun telah dilindungi peraturan dan perundangan kenyataannya masih rawan tindak pidana korupsi, kata pengamat pemerintah Elfenda Ananda.

“Selain rawan korupsi, pemecahan proyek juga membuat pengadaan barang dan jasa menjadi tidak efisien, karena pada setiap paket proyek ada beberapa komponen biaya, termasuk honor untuk beberapa orang yang terlibat di dalamnya,” katanya di Medan, Jumat (6/8).

Sebagaimana diketahui, gedung kantor gubernur Sumut di Jalan Diponegoro Medan saat ini sedang menjalani renovasi tahap II dengan total nilai proyek diperkirakan mencapai Rp 60 miliar lebih.

Menurut Elfenda, praktik memecah paket pengadaan barang dan jasa menjadi sejumlah item diduga dilakukan agar tidak melewati kewajiban tender atau lelang, melainkan disiasati melalui proses penunjukan langsung ke perusahaan-perusahaan tertentu.

Sesuai aturan, sistem pengadaan barang dan jasa dengan sistem pengadaan langsung tidak memerlukan lelang karena nilainya maksimal hanya Rp 200 juta.

Ia memprediksi bahwa besaran proyek di bawah Rp 200 juta per paket tersebut akan menjadi celah yang rentan disalahgunakan antara oknum-oknum aparatur pemerintah selaku panitia pengadaan barang dan jasa dengan penyedia atau kontraktor untuk bisa leluasa berkonspirasi melakukan korupsi.

Mencermati hal itu, kata Elfenda, pihak DPRD Provinsi Sumut perlu segera memanggil pejabat Biro Umum dan Perlengkapan Setdaprov Sumut untuk mengetahui apa dasar dan pertimbangan memecah paket-paket pengadaan barang dan jasa pada proyek renovasi kantor gubernur tersebut.

“Masyarakat maupun media massa diharapkan juga ikut berperan menelusuri dugaan penyalahgunaan dalam pengadaan barang dan jasa secara langsung seperti ini dengan menelusuri kenapa paket dipecah sebanyak itu dan bagaimana perencanaannya,” kata dia.

Menurut Elfenda, praktik memecah paket proyek untuk menghindari tender atau lelang hampir dapat dipastikan masih terjadi dalam sejumlah kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Sumut.

“Seharusnya, kegiatan pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang sehat, sehingga APBD yang diperoleh dari rakyat dapat digunakan tepat sasaran dalam rangka mendorong pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Sementara, pengadaan barang/jasa pemerintah yang efisien dan efektif merupakan salah satu bagian yang penting dalam perbaikan pengelolaan keuangan negara yang terwujud dalam pelaksanaan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi.

Hal ini, kata Elfenda, akan menjamin tersedianya informasi, kesempatan usaha, mendorong persaingan yang sehat dan terwujudnya keadilan bagi seluruh pelaku usaha yang bergerak di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah, meningkatkan transparansi, akuntabilitas, efisiensi.

Kepala Kepala Biro Umum dan Perlengkapan Setdaprov Sumut Achmad Fadly selaku pengguna anggaran proyek renovasi gedung kantor gubernur Sumut, saat hendak dikonfirmasi melalui sambungan telepon tidak menjawab. (lin)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *