BELAWAN (Berita): Prof Ridha Dharmajaya berharap agar Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemko Medan harus memberi porsi yang baik kepada pada nelayan agar taraf kehidupan nelayan bisa lebih baik mengingat angka kemiskinan terhadap nelayan yang sangat tinggi sekarang ini.
“Banyak problem yang dihadapi nelayan saat ini,’ ungkap Prof Ridha.
mlMulai dari sulitnya mendapatkan BBM Solar bersubsidi, banyaknya kapal 30 GT ke atas yang menangkap ikan di zona I dan Zona II yang selama ini sebagai tempat menangkap ikan bagi nelayan kecil. Juga para tengkulak yang membeli ikan dari para nelayan dengan harga yang sesuka hatinya.
“Oleh sebab itu, pemerintah daerah seperti Pemprovsu dan Pemko Medan harus memperhatikan taraf hidup para nelayan sekaligus berupaya mengentaskan kemiskinan terhadap nelayan,” ujar Prof Ridha Dharmajaya usai dinobatkan sebagai Ayah Nelayan, Jumat (31/5/2024) pada acara pelantikan pengurus DPD HNSI Sumut, DPC HNSI Kota Medan dan 15 DPC HNSI Kabupaten/Kota di Gedung OB Sya’af Lantamal I Belawan.
Prof Ridha menjelaskan, sulitnya nelayan berskala kecil dan nelayan tradisional mendapatkan BBM Solar bersubsidi. Apalagi konversi sebagai jalan terbaik belum berdampak kepada nasib nelayan.
Sehingga membuat para nelayan terganggu dalam mencari nafkah di laut, belum lagi dengan masalah zona tangkap ikan yang dihadapi para nelayan yang memiliki kapal 10 GT atau 20 GT.
“Saat ini saja banyak nelayan yang kesulitan untuk menangkap ikan karena sulit mendapatkan BBM solar bersubsidi. Untuk mendapatkan solar non subsidi terpaksa membelinya dari para pengepul solar dengan harga tinggi,” sebut Prof Ridha.
Setelah mendapatkan solar dengan harga mahal, tambah Guru Besar USU ini, masalah berikutnya adalah hasil tangkap para nelayan berskala kecil dan nelayan tradisional yang sedikit bahkan bisa tanpa hasil tangkap sama sekali.
“Mengapa ini bisa terjadi? Karena masih banyak kapal-kapal seperti Kapal Pukat Teri Lingkung 30 GT yang menangkap ikan di Zona I dan Zona II, padahal seharusnya Kapal 30 GT ke atas harus menangkap di zona III ke atas di perairan Selat Malaka,” ujar aktivis sosial yang telah melaksanakan khitan massal gratis di seluruh kecamatan di wilayah Kota Medan ini.
Menurut Prof Ridha, Pemprovsu dan Pemko Medan serta instansi terkait lainnya seperti Stasiun PSDKP harus bersikap tegas terhadap penetapan lokasi zona tangkap nelayan sekaligus menindak pemilik kapal 30 GT ke atas yang menangkap ikan di zona nelayan kecil dan nelayan tradisional.
Sehingga tidak terjadi konflik di lautan antara nelayan kecil dengan kapal nelayan 30 GT ke atas.
“Jika Pemerintah Daerah dan instansi terkait tidak mampu menyelesaikan masalah zona tangkap maka nasib nelayan kecil akan semakin sengsara dan keluarga nelayan tidak bergizi di tengah-tengah tingkat kemiskinan yang sangat tinggi,” tutur inisiator Gerakan Gadget Sehat Sahabat Prof Ridha ini.
Ironisnya lagi, tambah Prof Ridha, Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki bibir pantai terpanjang di dunia namun negaranya tidak bisa memberdayakan nelayannya secara maksimal.
“Padahal sejatinya nelayan itu adalah penghasil gizi lewat ikan-ikan hasil tangkapan yang bergizi namun angka kemiskinan dan angka kekurangan gizi yang diderita sekarang sangat tinggi,” pungkas Guru Besar Fakultas Kedokteran USU ini. (att)