MEDAN (Berita): Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan delapan laporan keuangan Pemprov Sumut yang tidak sesuai dengan ketentuan dan belum bisa dipertanggungjawabkan dengan jumlah total, Rp 70.036.126.407.00 pada tahun anggaran 2020.
Fraksi PDIP DPRD Sumut menilai temuan BPK pada relokasi atau refocusing dana untuk penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19 tersebut merupakan pelanggaran berat dalam pengelolaan anggaran.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi hanya memberikan jawaban yang normatif dan apologatif saja,” kata Juru Bicara Fraksi PDIP Arta Berliana pada rapat paripurna Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Utara (Sumut) Tahun Anggaran (TA) 2020, Kamis (24/6) di gedung DPRD Sumut.
F PDIP menyesalkan justru Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dalam jawabannya hanya mengucapkan kalimat, Pemprov Sumut segera menindaklanjuti permasalahan yang ada dengan menjalankan rekomendasi sesuai disarankan BPK RI, terkait 8 temuan dengan jumlah cukup fantastis itu.
Padahal, menurut F PDIP, yang menjadi persoalan mengapa penggunaan anggaran sebesar itu yang diperuntukkan sebagai penanganan pandemi Covid-19 di Sumut luput dari pengawasan gubernur. “Kami menilai ini merupakan tindak pidana korupsi,” ujar Arta.
Sehingga, kata dia berat bagi fraksi PDIP untuk menerima begitu saja jawaban normatif tersebut karena akan memperlihatkan kepada rakyat bahwa Pemprov dan DPRD sama-sama bodoh.
F PDIP dalam pemandangan umumnya juga mengungkap bahwa kinerja keuangan Pemprov Sumut tahun anggara 2020 sangat mengecewakan.
Selain temuan BPK terhadap 8 penggunaan anggaran Covid-19 yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh gubernur, FPDIP juga mengungkap minimnya target dana bagi hasil pajak yang hanya mencapai 81,28 persen.
Kemudian lain-lain pendapatan daerah yang sah juga dengan capaian hanya 65, 23 persen merupakan capaian yang sangat rendah.
Pada paripurna yang dipimpin ketua DPRD Sumut Baskami Ginting dan dihadiri Gubernur Edy Rahmayadi juga disinggung mengenai pengangkatan atau penunjukan pejabat pemerintah yang banyak dan begitu lama masih berstatus pelaksana tugas (Plt).
“Kondisi ini sekaligus mengindikasikan adanya nepotisme dalam pengangkatan atau penunjukan pejabat daerah baik di eselon I, II dan III. Ini juga menjadi sebab sistim kerja di lingkungan Pemprov Sumut tidak sehat,” tegasnya.
Sementara menjawab pertanyaan F PDIP mengenai sistim kerja di lingkungan Pemprov Sumut yang cenderung tidak sehat dengan banyaknya pejabat berstatus Plt, Edy Rahmayadi menegaskan pihaknya segera melaksanakan seleksi terbuka dalam waktu dekat.
Edy dalam sambutannya menanggapi pandangan Fraksi-Fraksi DPRD Sumut juga mengucapkan terima kasih atas seluruh koreksi dan masukan yang disampaikan kepada Pemprov Sumut.
“Seluruh masukan dan koreksi tersebut akan menjadi perhatian Pemprov Sumut dan segera ditindaklanjuti,” katanya. (lin)