JAKARTA (Berita): Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan meminta agar besaran Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan orang tua dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk diberikan ruang banding bagi mahasiswa baru (Maba) yang tidak sanggup.
“Saya minta agar iuran pengembangan institusi harus dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan orang tua dari mahasiswa baru dalam membayar IPI, mulai dari golongan III sampai golongan VIII.
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menurut saya perlu diawasi, serta harus menyediakan ruang untuk mengajukan banding bagi calon mahasiswa baru yang tidak sanggup membayar UKT di perguruan tinggi tersebut,” ujar Putra Nababan dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (21/05/2024).
Dalam rapat kerja ini beberapa aspirasi mengenai kisruh dana biaya pendidikan perguruan tinggi yang belakangan ini terjadi, terutama terkait dengan IPI dan UKT yang semakin mahal di beberapa perguruan tinggi.
Setiap pengajuan banding, maupun sanggahan yang dilakukan calon mahasiswa baru ini terhadap UKT, menurut politisi PDI Perjuangan ini, harus ditindaklanjuti secara transparan oleh pihak perguruan tinggi dalam waktu satu minggu.
Hal ini agar hasil dari banding yang dilakukan dapat segera diketahui. Selain itu juga, perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan keringanan cicilan pembayaran terhadap hasil banding UKT.
“Terhadap hasil banding ini PTN harus memberikan keringanan cicilan pembayaran terhadap UKT dan potongan UKT, dengan persentase tertentu agar orang tua mahasiswa tetap bisa melakukan pembayaran dengan lancar.
Ini aspirasi dari bawah terkait dengan UKT dan IPI,” pungkas Putra Nababan .
Minta Dikoreksi
Sementara anggota Komisi X DPR RI Nuroji menyampaikan kekecewaannya terhadap salah satu pejabat pada Kemendikbudristek yang menyebutkan bahwa pendidikan tinggi bersifat tersier.
Ia menegaskan bahwa pendidikan, termasuk di perguruan tinggi, merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) yang perlu diperjuangkan untuk sumber daya manusia masyarakat Indonesia yang lebih baik.
“Saya sangat tidak setuju bahwa pendidikan tinggi itu dianggap urusan tersier, apalagi yang menyampaikan adalah pejabat dari Kemendikbudristek.
Saya rasa pernyataan tersebut sangat kurang mendidik bagi masyarakat, seolah-olah kuliah itu tidak penting.
Bagaimana bisa ini disampaikan kepada masyarakat sampai dipublikasikan ? Ini saya rasa perlu dikoreksi,” ujarnya. (aya)