JAKARTA (Berita): Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPTN) merupakan penentu besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Sebab itu, Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, berkomitmen mengawasi kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, (Kemendikbudristek) demi memastikan peraturan SSBOPTN, sesuai dengan amanat Pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, menegaskan penentuan besaran UKT mahasiswa harus memperhatikan kondisi ekonomi keluarga mahasiswa.
“Kami mendukung adanya aspirasi (mahasiswa) untuk pembenahan perguruan tinggi sehingga bisa melahirkan kebijakan yang lebih demokratis, lebih adil, dan lebih rasional untuk kemajuan bangsa Indonesia ini, khususnya di bidang pendidikan,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, secara hybrid saat membuka agenda Forum Legislasi dengan tema ‘Mencari Formulasi Terbaik soal Aturan Biaya Kuliah Usai Kenaikan UKT’ di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Dia menyebutkan soal UKT menjadi sorotannya lantaran Komisi X DPR RI menerima laporan berupa protes dari mahasiswa yang diwakili aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) terkait kenaikan UKT yang naik fantastis.
Diketahui, usai terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 2 Tahun 2024.
Regulasi ini mengakibatkan UKT yang dibebankan kepada mahasiswa semakin berat tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa.
Sejumlah pihak menilai Permendikbud ini melahirkan adanya komersialisasi pendidikan tinggi. Oleh karena itu, mewakili Komisi X DPR RI mendesak Kemendikbudristek untuk memperbaiki tata kelola kebijakan pembiayaan pendidikan perguruan tinggi.
Terbaru, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim telah mengumumkan bahwa pemerintah membatalkan kenaikan UKT untuk tahun ini.
Nadiem menyatakan, kementerian yang dipimpinnya pun akan mengevaluasi permintaan peningkatan UKT yang diajukan oleh perguruan tinggi negeri.
Pemerhati Pendidikan, Asep Sapa’at mengatakan langkah pemerintah membatalkan kenaikan UKT belum akan menyelesaikan kisruh dan persoalan kualitas lulusan perguruan tinggi di tengah tudingan komersialisasi sektor pendidikan saat ini.
Asep menyarankan agar pemerintah memperbanyak program pengelolaan dana abadi (endowment fund) di perguruan tinggi dengan catatan dilakukan perubahan budaya manajerial.
Budaya kerja profesional dan terbuka dalam mengelola dana abadi akan menjadi kunci keberhasilan program yang sudah lama berjalan di sejumlah perguruan tinggi tersebut.
Menurutnya, banyak perguruan tinggi terkemuka mengelola dana abadi untuk meningkatkan kualitas kampus dan mutu lulusan perguruan tinggi.
Bahkan 65% mahasiswa di universitas Amerika Serikat dapat beasiswa rata-rata US$46.000 per tahun karena memiliki dana yang mumpuni. Sedangkan untuk keluarga miskin berpenghasilan di bawah US$65.000 bebas uang kuliah.
Setiap perguruan tinggi di Indonesia bisa mengelola dana abadi melalui kerjasama dengan para alumni dan para mitra lainnya.
Dana itu kemudian digunakan dalam kegiatan bisnis yang bisa menghasilkan pendapatan untuk membantu perguruan tinggi dan mahasiswa. Dengan demikian perguruan tinggi tidak perlu repot-repot “berbisnis” dengan mahasiswa dengan menaikkan UKT.
“Jadi dana itu bisa dikelola para alumni dan mitra-mitra kerjasama dan digunakan untuk menghasilkan pendapatan dari kegiatan bisnis,” kata Asep. (rms)