Penulis : Wina Handayani Br Batubara
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pendidikan Dasar UIN Syahada Padangsidimpuan
Pendidikan adalah penentu masa depan bangsa. Sepakat. Tidak ada satupun yang memungkiri fakta itu. Hanya dengan pendidikan Sumber Daya Manusia yang unggul dapat terbentuk. Bagaimana tidak, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan itu UNESCO sendiri menyatakan bahwa tidak ada cara lain untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa selain meningkatkan kualitas pendidikannya. Tidak heran pemerintah selalu memberi perhatian khusus pada dunia pendidikan yang berlangsung di Indonesia. Hal ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam upaya mencetak Sumber Daya Manusia unggul yang diharapkan mampu berdaya saing tinggi, kompeten dan mampu menghadapi tantangan global yang semakin hari semakin kompleks dan dinamis.
Revolusi industri 4.0 membawa pengaruh besar dalam semua sektor kehidupan tidak terkecuali dunia pendidikan. Kurikulum sebagai pondasi dalam sistem pendidikan mengalami perubahan yang signifikan dalam aplikasinya pada proses pembelajaran. KTSP yang dikenalkan tahun 2006 dengan dalih penyesuaian, berubah menjadi Kurikulum 2013 dan berubah lagi menjadi Kurikulum Merdeka di tahun 2022. Sebuah perubahan yang dirasa terlalu cepat tapi, perubahan itu harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat global. Namun, hal yang sangat disayangkan adalah Tuntutan ‘melek teknologi’ membuat pegiat pendidikan lebih fokus pada digitalisasi pendidikan daripada pemanfaatan teknologi untuk ketercapain tujuan pendidikan. Hal ini mulai merubah cara pandang kita terhadap dunia pendidikan itu sendiri.
Semua kemajuan dan perubahan yang dibawa revolusi industri 4.0 membuat banyak dari kita merasa tidak ada revolusi lagi karena digitalisasi, otomatisasi, dan konektivitas di era ini dirasa sudah sangat maksimal namun kenyataannya kini dunia sudah memasuki era Society 5.0. Society 5.0 mengusung konsep masyarakat cerdas yang menekankan penggabungan teknologi canggih dengan kegiatan manusia. Dan sebagai bagian dari masyarakat global, Indonesia juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan itu tak terkecuali pendidikan kita apalagi skor PISA menunjukkan lebih dari separuh siswa kita berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar.
Untuk pemulihan pembelajaran serta mewujudkan visi pendidikan nasional, pemerintah mengembangkan kerangka kurikulum prototype yang saat ini menjadi Kurikulum Merdeka. Awalnya banyak pihak yang menyangsikan bahkan menolak perubahan kurikulum karena beranggapan bahwa misi kurikulum merdeka yang dirancang untuk mendorong keterampilan Abad-21 akan menghilangkan nilai-nilai karakter baik yang ada di kurikulum sebelumnya. Namun dugaan itu ternyata salah besar, dalam implementasinya, kurikulum merdeka berfokus pada pengembangan materi esensial, pengembangan karakter dan kompetensi siswa. Keterampilan Abad-21 yang diusung oleh kurikulum merdeka dipagari dengan kuat oleh Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang merupakan bagian integral dari kurikulum merdeka yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi dan karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
P5 merupakan langkah strategis untuk memperkuat karakter siswa dan relevansi pembelajaran dengan dunia nyata. Dengan P5, pendidikan tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik tetapi juga pada pembentukan individu yang berkarakter kuat, berintegritas, dan siap bersaing dalam society 5.0. Sayangnya, belum sempat diimplementasikan secara utuh dan menyeluruh muncul wacana untuk pengkajian ulang kurikulum ini. Rasanya terlalu dini untuk mengkaji ulang mengingat usia kurikulum merdeka yang masih belia. Namun begitu, kita hanya bisa berharap bahwa keputusan untuk mengkaji ulang kurikulum ini akan membawa dampak positif bagi pendidikan di Indonesia karena jangan sampai kita terlena dengan gonta-ganti kurikulum sementara dunia terus melesat memasuki era baru yang membuat kita tertinggal dan generasi muda kita kelak tidak bisa menjadi bagian dari masyarakat dunia.